Fana



                 Kerlap kerlip bintang masih menjaga malam. Merengkuh angkasa dengan cahayanya. Tempatku bukan dilangit, aku juga tak hangat berada disini. Aku ada dihadapanmu. Memandangmu dengan lembut. Akhirnya aku terhempaslah pada sebuah kumpulan kata yang berdiam diotakku. Mengingatmu yang telah tujuh bulan meninggalkan aku.

                Aku adalah cintamu yang terbuang. Pernah kau tinggikan, namun kini kau hilangkan. Aku adalah keabadianmu yang senja.  Pernah kau pujakan, namun senja itu peralihan. Aku adalah kebahagianmu yang malang. Pernah kau genggam, namun kini kau acuhkan. Aku adalah setiamu yang palsu. Pernah kau berjanji, namun kini kau ingkari. Aku adalah sajak dalam puisimu yang terluka. Pernah kau syairkan, namun kini kau lupakan. Aku adalah mimpimu yang teraih. Pernah kau gapai, namun setelah tercapai kau beralih. Aku adalah goresan lukamu yang menganga. Pernah kau campakan, lalu kau duakan.  Aku adalah kematian yang kau inginkan. Pernah kau takut akan kehilangan, namun kini kau menunggu nisan. 

                Lolongan srigala membuyarkan lamunan. Membantai malam dengan riang. Aku adalah mimpi burukmu saat ini. Aku senang saat kau tahu aku hadir kembali dalam hidumu. Walau mungkin hanya malam ini. Lihat, akhirnya kini kau sadar akan kehadiranku, kau terbangun pelan. Aku hanya mampu tersenyum saat keringat itu menetes pelan saat kau menatapku kembali. Saat mata indahmu itu menatap dalam terawangan relung imaji miliku. Pasti kau sedang bernostalgia akan kenangan kita bukan?  Namun, apa yang terjadi sayang? Mengapa kau menangis menatapku? 

                Aku kini mematut diri, mencermati dari ujung rambut hingga kaki. Akhirnya aku mengerti mengapa kau menangis. Aku tak lagi seperti dulu bukan? Jari-jemari kakiku tak lagi menyentuh tanah. Bahkan aku tak memiliki darah dibawah kulitku. Hanya ada pucat yang tersisa diseluruh tubuh. Terkecuali nadi yang sedari tadi terkelupas keluar meneteskan sisa-sisa darah dari setiap vena yang beredar. Apakah kau masih mencintaiku? Walau kini lingkar mataku hitam legam dengan baju dari selembar kafan. Aku tak mungkin lupa apa yang telah kau perbuat hingga aku menjadi seperti ini. namun tenang, aku memaafkan semuanya. Kini aku hanya berharap kita bisa memulainya dari awal, membuka lembaran baru hanya kau dan aku. Namun tempat kita bukanlah disini. 

“Maukah kau memegang tangaku sekali lagi?”

             Masihkah kau memilih fana?  Aku adalah nyata.