Sebuah
malam datang menemaniku dalam kepura-puraan dunia. Aku bukan lah seperti kalian
yang tak mempunyai pasangan. Aku punya. Ya, aku punya satu. Namun sepertinya
dia... Ah entahlah. Aku lelah memikirkannya saat ini. lebih baik aku merokok
saja. Kebetulan udara kali ini sangat dingin, inilah salah satu cara
menghangatkan dan melepas stres yang paling ampuh.
Dari
teras atas ini aku bisa memandang segalanya. Gedung itu, jalan itu, air mancur,
pohon, taman. Segalanya tampak. Namun ada satu yang tak bisa kupandang dari
atas sini. Kehadiranmu.
.
“Hmmmm”
aku menghela nafas panjang setelah meneguk sebotol brandy. Mataku hanya menatap
kosong ke arah pendaran-pendaran cahaya indah di bawah sana. Ini hanya
perasaanku saja atau memang ia berubah? Rasanya tak seperti pertama kali kami
berkenalan. Rasanya seperti ia telah mencapai puncak dan memenangkan aku.
Satu
batang lagi telah menjadi abu. Aku menghidupkan sebatang lainnya. Aku ingin menghabiskan
12 batang ini. Berharap abu sisa rokok ini dapat terbang menghampirimu, dan
mengatakan betapa kacaunya hatiku saat ini. Aku tidak menyalahkanmu atas apa yang
terjadi padaku kali ini. Aku juga takut perubahanmu juga karenaku. Sudah dua
malam ini aku selalu menatap bintang dan melakukan hal yang sama.
Aku
selalu berharap ketika melihat bintang, semua yang kurasakan sirna dan menjadi
kerlipan-kerlipan indah dalam gelap. Bahkan terkadang aku berbicara kepada
bintang hanya untuk sekedar menyelaraskan pikiranku yang terlalu penuh. Tanpa ada
tempat berbagi. Hanya benda-benda angkasa lah yang mengerti betapa bimbangnya
aku.
Kuhisap
dalam-dalam rokok yang sudah pendek ini. ku jatuhkan puntung abunya kemudia aku
mengambil sebatang rokok lainnya. Kunyalakan kemudian dalam kosong aku
menikmatinya. Seperti terbang dalam angan, meskipun hanya hampa yang kurasakan.
Nah itu dia masalahnya!
Kenapa
aku masih merasa kosong, padahal ada sesorang yang menduduki singgasana hati
ini. mengapa aku masih merasa tak memiliki siapapun, padahal sudah jelas hati
ini sudah ada yang memiliki.
Dia.
Iya dia yang ingin kuceritakan disini adalah kamu. Kamu yang selalu aku tulis,
kamu yang selalu aku sebut dalam doa, dan kamu yang selalu menjajahi pikiran
bahkan hatikpun sudah terampas olehmu.
Entah
mengapa dia sepertinya berbeda, aku terlalu perasa, aku terlalu peka sebagai
lelaki. Dahulu dia ada disetiap aku makan, aku pulang dia selalu ada. Walau hanya
dalam pesan, namun dia selalu ada. Hal seperti itu lah yang membuatku luluh. Hal
seperti itu lah yang dirindu-rindukan oleh seorang pria.
Namun
sekarang berbanding terbalik. Ya sepertinya aku berlebihan. Tapi aku tak
memedulikan hal itu, karena cintaku untuknya pun berlebihan bukan? Iya. Sudah tiga
hari ini dia tak memedulikan aku. Kami masih saling bercerita memang lewat
pesan. Namun dia seolah tak peduli lagi aku sudah makan atau belum, aku sedang
apa, atau aku sedangg sakitpun sepertinya dia tak peduli lagi. Bahkan pernah aku
menunggu kabarnya. Namun ia sedang asik bersama teman-temannya di group.
Aku
tak menyalahkan teman-temanmu. Tidak sama sekali, karena aku pun mempunyai
teman. Namun bila sibuk bukankah bisa memberi kabar? Jangan biarkan orang lain
menunggu kabar. Karena jika suatu saat orang itu diberi kabar oleh orang lain
dan bukan kamu? Bagaimana perasaan mu? kamu tak bisa menyalahkan aku bukan? Aku
tak menyalahkanmu dan menakuti-nakutimu. Tidak.
Hatiku
sudah terpaut rapat untuknya. Meski ia berubah, perasaan ini tak ikut berubah. Aku
terkadang takut apakah ia sudah memiliki orang lain untuk ditanyai “sudah makan
atau belum?” jangan menjadi pemberi harapan. Aku adalah pemakan sebuah harapan.
Jika sudah tertelan, aku takut ia meminta kembali harapanya. Karna tak mungkin
pula kumuntahkan itu. Sudah tercerna!
Aku
meneguk lagi sebotol brandy hingga tak tersisa setetespun.
“Bintang..
katakan padanya aku tak peduli dia masih menyayangiku atau tidak. Aku tak
peduli. Tapi tolong aku hanya ingin sedikit saja perhatian darinya.” Lalu kusisakan
kata-kata untukku berkata dalam hati.
“Jangan
jadikan aku pengemis perhatianmu..”