Pengemis Perhatian dan Pemberi Harapan 2


            Lagi. Sebatang rokok terhimpit rapat dalam sela jariku. Menemaniku dalam kalutnya dunia. Senja telah tersugkur jauh dalam jatuhnya waktu. Petang kini membayang diantara gedung-gedung yang terlihat dari atas sini. Masih aku meresahkan hal itu. Sehari-harinya aku hanya mencari waktu. Bukan, bukan untuk memikirkanmu. Aku mencari waktu untuk meninggalkanmu diruang kosong bayang senduku. Agar aku tak selalu dan selalu memikirkanmu.
 
            “Fuuuuhhh....” kutiup jauh-jauh kepulan asap rokok ini. Seolah menghempaskan rasa letihku pada asap itu. 

            Jujur. Aku sebenarnya sangat lelah. Aku lelah dengan sifatku yang posesif ini. Aku terlalu tidak mempercayaimu. Ya, setelah apa yang kamu lakukan. Membuatku seperti ini. Tapi kali ini aku enggan membahas itu. Lagipula sudah bosan aku mengatakannya berkali-kali. Sudah malam kedua ini aku memikirkan perubahan sifatmu. Apa karena kitajarang bertemu? Entahlah.

            Kali ini tak ada alkohol yang menemaniku. Hanya secangkir kopi pahitlah yang menjadi penenang pikiranku. Rasa kosong ini makin meluap setelah ku teguk sekali minuman itu. Pahit. Rasanya seperti hidup ini. Tentulah aku membutuhkan sesuatu yang manis bukan? Letihku juga membutuhkan tempat untuk bersandar. Terkadang hanya dengan perhatianmu lebih cukup dari sekedar kasur yang empuk.

            Seperti malam sebelumnya. Aku ingin menceritakan sedikit tentangmu. Namun ijinkan aku menghabiskan sebatang rokok ini terlebih dahulu.

            Dia. Ya, jangan bertanya. ‘Dia’ yang kuceritakan disini masih tetap sama yaitu kamu. Dia. Pernah terbesit sekali, namun itu dahulu jauh sebelum aku menyayanginya seperti sekarang ini. Aku menyesal mengenal dia. Jika aku tahu bahwa dia akan menyeretku dalam ruam percintaan seperti ini. Lebih baik aku tidak akan meresponnya. Namun takdir berkata lain. Setiap cinta mempunyai jalannya masing-masing. Bahkan airpun tak tahu ia akan bermuara dimana. Seperti halnya aku yang tak menyangka akan berani menancapkan jangkar dan berlabuh dihatinya.

            Hmmm sebenarnya aku tak ingin menceritakan masalah ini. sudah kukatakan diatas. Namun hanya saja aku ingin berbagi sedikit di malam yang kian mendingin ini. maafkan aku. 

            Dahulu. Pernah suatu kali aku pergi. Entah untuk alasan yang hingga kini aku tak mengerti. Namun ketika aku kembali, tak berselang lama. Bahkan untuk merajut sebuah kainpun tak cukup waktu, dia sudah pergi bersama lelaki lain. Selama hidupku. Baru kali ini aku merasakan ditinggalkan, bahkan menjadi sebuah pilihanpun tidak.

            Karma tetaplah karma. Dibuang jauhpun akan jatuh kepada kepala-kepala yang membuangnya. Tak lama mereka menumbuhkan tunas-tunas asmara. Cukup ia menyiraminya dengan harapan. Dia pun dicampakkan oleh kekasih barunya itu. Ketika melempar bumerang, benda itu akan kembali kepada sang pelempar. Pun dengan cinta, maka ia akan kembali kepada orang yang tepat. Dan kembalilah dia kepadaku. Untuk saat itu mungkin aku orang yang tepat.

            Kini aku dan dia sudah kembali saling mencintai satu sama lain. Untuk sebuah luka yang kubiarkan menganga. Aku berusaha melupakanya, suatu saat aku yakin luka itu akan mengering dengan sendirinya. Sudah dua bulan sejak kejadian tersebut. Aku sangat yakin dia sudah melupakannya, bahkan tidak berhubungan sama sekali. Namun. Tanpa sengaja aku melihat sebuah keganjalan dalam media sosial. Orang itu. ya orang itu yang merebutnya dariku tanpa sengaja muncul dalam home media sosial miliknya. 

            Tidak sama sekali aku menaruh curiga padanya, karna aku telah memercayainya. Namun pernahkah kalian membayangkan bagaimana melihat orang yang kalian sayang. Masih berhubungan dengan orang lain yang pernah membuat dia lupa dengan kita? Jika pernah tentulah kalian tahu rasanya seperti apa. Seperti terjebak kembali dalam lomba berenang melintasi lautan cemburu hanya dengan sebuah motivasi dan ego.

            Cukup aku menceritakannya. Aku sudah tak mempunyai rokok lagi. Hanya kopi temanku saat ini. Aku merasa aku terlalu berlebihan menceritakan hal diatas. Ya aku akui itu. aku terlalu perasa. Lebih baik aku tak menceritakanmu soal ini. biarlah aku memendamnya sendiri.

            “Tinggg Tonggg” Bunyi bel rumah membuyarkan kemesraanku bersama lolongan malam.

            “Siapa yang bertamu malam gelap begini” gerutuku sendiri

            Setelah aku membuka pintu. Ternyata dia..

            “Hai Anthony...”  sapanya ramah.

            “Hai Elisa, ada apa?” saat ini perasaanku campur aduk. Disuatu sisi aku ingin marah, disisi lainnya gunung rindu tak lagi dapat menahan laharnya.

            Setelah kami duduk berdua. Di teras atas sambil memandang temanku bintang. Mulailah kami dalam pembicaraan serius. Entah siapa yang memulainya aku harap akhir ini bahagia.

            “Anthony. Sepertinya ada yang sedang kau resahkan bukan? Aku dapat meilhatnya dari raut mukamu. Aku kesini karena aku merindukanmu.. Sudah lama kita tidak bertemu bukan?” ucapnya sembari memandang lurus kemataku.

            “Iya.” Sahutku datar.

            “Apa kau mau berbagi denganku?” Tanyanya.

            “Maaf aku terlalu kekanak-kanakkan.”ucapku sambil menunduk.

            “Tak apa, katakan saja” Senyumnya.

            Kini aku menceritakan soal perasaan dimalam itu. Malam-malam dimana aku merasa perhatiannya sedikit berkurang. Kasih sayangnya, bahkan aku rasa itu ikut memudar. Malam dimana aku merasa ia lah mencapai puncak kemenangan dengan hadiah adalah aku. Namun aku tidak berani menceritakan apa yang kuceritakan pada kalian malam ini. tidak, karena aku rasa aku berlebihan soal itu. Kini aku hanya menunggu reaksinya saja.

            “Hmmmmm”. Elisa menghembuskan nafas panjang. Dan kemudian ia berkata kembali dengan pelan dan tenang.

            “Anthony.. maaf kan aku jika kau merasa begitu. Tapi sungguh aku tak pernah bermaksud seperti itu. Aku masih selalu berusaha memahamimu....”

            “Tapi El.” Potongku

            “Tidak Anthony jadilah dewasa..” sahutnya cepat.

            “heemmm” aku hanya menghela nafas berat.

            “Anthony, aku masih sama seperti dahulu yang kau kenal, aku tak berubah sedikitpun. Kau yang berubah anthony” senyumnya mengembang. 

            “Itu mungkin rasa sayangmu padaku yang bertambah.. “ timpalnya kembali.

            “Ya mungkin saja benar..” sahutku kosong masih mencari celah dari arti kata-kata tersebut.

            Kemudian tiba-tiba Dia menariku dan mendekapku erat. Dia memeluku dalam damai malam. Kini bisa kurasakan saat degub jantung kami berpacu. Masih seirama, masih senada. Masih sama seperti dahulu. Kami masih saling berlomba mencintai satu sama lain. Kini aku mengerti maksudnya. Kini aku paham, dewasa terkadang membutuhkan akal. Tak hanya hati saja. Mungkin saja benar, saat ini aku memenangkan lomba tersebut, ya aku lebih menyayanginya lebih dari dia menyayangiku saat ini. Ah entahlah, mungkin selama ini caraku yang salah mencintainya, namun cinta tetaplah cinta. Kotor bersih, ia tetaplah cinta. Pun dengan dia. Baik buruk, akupun masih cinta.