Aku
lelah. Semua awalnya memang indah, mungkin sampai sekarang memang indah. Hanya
saja tak seindah dulu. Awal kita bercumbu, awal kita merindu hingga saling
memaku. Memaku waktu untuk berpangku dan diam menatap kita yang merengkuh
cinta, walau hanya semu. Aku tak tahu menceritakan kisah ini dari mana? Mungkin
semua terjadi ketika musim hujan itu mencapai puncaknya.
Di
Pagi yang basah. Rintik demi rintik menetes sendu akan awan yang tiada
bernasib. Fajar mengeluh lunglai akan waktu. Akan angkasa yang tiada adil
mengkelabukannya sehingga tak muncul warna fajar. Hujan masih pekat hari itu.
Bahkan senja yang sibuk bersiap muncul harus mengadu syahdu pada angkasa yang
menjajikan waktu. Akhirnya ia pun pilu meninggalkan langit.
Malam
menjadi dewi diantara saudaranya. Ia tampil cantik tanpa desahan air dengan
rembulan yang merangkul bintang-bintang semesta. Hanya inilah waktu ku, waktu
kita. Aku sibuk mencumbui tugasku yang terlalu menggairahkan. Aku sibuk dengan
temanku yang terasa nyata. Aku lelah tiap kali rindu harus menciumi telpon
genggamku sendiri. Hingga suatu saat kamu berkata “Kamu telah berubah.”
Ya Aku
berubah. Aku menjadi sedikit tidak peduli akan keadaanmu. Namun bukankah saat kita
berkenalan sudah kukataan, bila Aku adalah orang yang sangat sibuk? Aku sibuk
namun bukan berarti Aku melupakanmu bukan? Hingga kini aku masih sempat mengucapkan
selamat pagi padamu, pada lelapmu yang masih terjaga pada pukul tujuh pagi.
Aku
akui aku berubah. Menjadi sedikit pemarah terkadang aku melampiaskannya padamu.
Aku salah, aku mengakui itu salahku. Terkadang aku terjaga memikirkan itu.
memikirkan dirimu yang kusakiti tanpa tahu arti. Aku terlalu lelah dengan
kehidupanku. Dan kamu terlalu mencemburui pekerjaanku. Aku ingin penyemangat
bukan pemberat.
Aku
berubah karena kelanamu terlalu kekang untukku melangkah. Aku lebih dari tahu
niatmu adalah baik. Mengingatkanku untuk makan atau hal yang lain. Namun kerap
kali pesan itu muncul diwaktu yang salah. Diwaktu aku harus menyimpan
dalam-dalam dirimu. Karena bila semua orang tahu. Aku tahu pelangi indah itu
akan sirna dan aku hanya mampu menciumu dari balik jeruji. Mungkin itu bukan
salahmu, itu salah waktu.
Aku
berubah. Aku terlalu jemu untuk merindumu. Jujur rasa rindu itu berkurang kian
waktu. Walau rasa sayang tak pernah terhapus sedikitpun. Rindu itu terhapus
karena kau selalu dan selalu ada. Bukan maksudku aku ingin kau pergi, bukan. Namun
berilah aku ruang untuk merasakan rindu. Beri aku ruang untuk pergi dari cinta
dan sesudah itu berlari kembali memelukmu. Aku ingin memelukmu.
Dulu
aku jemu namun sekarang aku sendu. Berat rasanya. Aku harus memutuskan, aku
harus memotong impian dan harapan tentang kita. Tentang ikrar janji yang
hanyalah replika. Tentang sumpah setia hati yang terluka. Tergores duka dalam
dan luka. Namun aku harus lakukan, aku tak mau lagi menyakitimu. Aku tak mau
lagi kau terus menerus memikirkanku. Aku tahu itu menyakitimu kan? Aku sudah
dewasa. Aku mampu berdiri sendiri. Biarlah aku disini, disendu batas waktu. Biarlah
aku menorehkan harapan dan cinta atas dirimu yang masih mengawang di relung
imaji terdalam.
Tuhan
tahu aku sayang padamu. Tuhan tahu aku masih memikirkanmu, Tuhan tahu namamu
masih ada dalam doaku padaNya. Terimakasih sayang.