“D
|
iam! Aku sedang mengendap-ngendap, dimana dia?!”.
Sekelebat bayangan terpantul di dinding oleh kilatan petir malam. Aku masih
saja meneteskan keringat. Sembari menggenggam sebuah senapan sniper SPR kaliber
7.62 mm. Mencoba terfokus apa yang menjadi target ku saat ini. aku sudah
mencari disemua sudut ruangan ini! tapi dia tak kutemukan sama sekali. “hei kau
keluarlah! Jangan jadi seorang pecundang!!” pekikku. Namun tetap saja hanya
hembusan angin yang meniupkan lambaian gorden-gorden ruangan ini. “Deng deng
deng... ...!” dentang jam berbunyi 12x. Sial! Ucapku dalam hati. Sekarang sudah
kehilangan beberapa menit ini dia lolos dari genggaman targetku!
Kudengar pintu berderit, menandakan seseorang yang masuk dan membuka pintu!
“Siapa disana!!”, “ini hanya aku..”.ucap belatrix dari ruang tamu. Syukurlah
akhirnya dia pulang juga. aku menghela nafas panjang. “Belatrix naiklah
kumohon, aku butuh bantuanmu disini!!” nafasku masih memburu. “Apa yang kau
lakukan sendirian ditengah malam buta begini?? Dan mengapa kau menggenggam
sebuah senapan?”. Tanyanya lembut memecah ke egoanku yang membeku. “Aku ingin
memburu dia, aku ingin membunuh dia, dia adalah sumber dari segala yang
memisahkan kita Belatrix”. “memang siapa dia? Disini hanya ada aku dan kamu
Romanov..” tuturnya. Dia sangat dewasa sekali, selalu memakai kepala dingin
dalam menyelesaikan sebuah perkara berbeda denganku. Itu yang membuatku kagum
dan menyukainya hingga saat ini.
“Romanov, Romanov. Mengapa kau diam saja, Beritaulah aku, siapa yang ingin kau
habisi” . aku enggan berbicara mengenai masalah ini biar saja hanya aku dan
senapanku yang mengerti siapa yang menjadi targetku kali ini. meski akan
kujelaskan tampaknya dia juga tak mengerti akar permasalah yang sedang
kuhadapi. “Sudahlah Belatrix kulihat kau tampak kelelahan, pergilah tidur.
Jangan hiraukan aku, tampaknya kau memang tak bisa membantuku”. Gerutuku kesal
tiba-tiba. Entah racun apa yang menyengat otakku. Aku tak dapat berfikir waras.
Dia adalah pujaanku namun entah mengapa sekelebat bayang kesal menyelimuti
diriku. Tidak, aku bukan kesal pada Belatrix. Namun aku kesal pada buruanku
yang tak lama hilang
“Romanov, berbicaralah. Mungkin aku dapat meringankan sedikit bebanmu itu”
ucapnya pelan. “Belatrix, melihatmu disini saja sudah menentramkan hatiku,
sudahlahkau terlihat tampak kelelahan hari ini. bukankah kau sibuk hari ini?
aku tak ingin melihatmu sakit.” Tuturku halus meredam emosiku pada buruanku.
“tidak Romanov aku tak akan bisa tidur dengan tenang jika aku tak tahu apa yang
kau buru..” matanya tulus, setulus rembulan malam ini. aku tak tahan pikiranku
sedang bertempur saat ini. beradu pendapat, katakan yang sebenarnya atau tidak.
Namun aku kalah hati kecilku ingin mengatakan yang sebenarnya. “Belatrix,
sudikah kau mendengar apa yang kuburu dini hari ini??”. “tentu saja Romanov,
aku senang mendengarkanmu cerita”senyumnya lembut seperti sutra dunia.
“Belatrix, aku sedang memburu sebuah pengahalang nyata bagi kita. Tak dapat
kubayangkan jika aku berhasil membunuh dia. Mungkin selamanya kita akan
bersama” sahutku sendu menahan serak tangis yang kupendam. “Apa itu Romanov,
saat ini aku hanya dekat denganmu saja. Kaulah pria yang menjadi satelit ku
saat ini Romanov.” Bibirnya selalu berusaha tersenyum walau ia bingung setengah
mati terhadapku. “Waktu Belatrix, waktu” kuucapkan kata itu dua kali agar
memperjelas apa yang sedang kuburu.
“Waktu? Apa yang akan kau buru dari waktu Romanov..”matanya meleleh seakan
panik melihatku sedikit tak waras malam ini. “Waktu Belatrix,dia selalu
mengusik kita, kita selalu terpisah dengan waktu. Dia selalu memisahkan kita.
Aku ingin menemukan waktu dan membunuhnya tepat ke bagian vital!” ucapku menderu
mengalahkan hembusan angin yang masuk lewat celah-celah ventilasi ruangan ini.
aku sudah tak tahan lagi air mataku seketika meleleh begitu saja. Begitu
gampang menangis saat ini. dihadapanku kulihat hanyalah Belatrix yang terdiam
terpaku, membujur tanpa tahu setan apa yang merasuki diriku kali ini.
“Romanov, apakah kesibukanku mengganggumu..” tanyanya lembut. Sekarang
gilirankku yang terdiam. Detik masih beradu pacu, ini malam terhening dihari
ketujuh musim gugur ini. “Aku.. aku bukan ingin menghilangkan kesibukanmu
Belatrix, sungguh tak adil rasanya jika aku tak mengertikanmu. Aku juga
seringkali dibuat sibuk oleh pekerjaanku yang menumpuk.. aku.” Bibir ini
rasanya membeku kaku seketika. Aku tak mampu melanjutkan kata-kata ku butuh sebuah
dorongan mungkin untuk meneruskannya. “Aku apa romanov??” mulutnya tak kalah
gemetar menahan rasa keingintahuan yang mendalam.
“Aku hanya merindukannmu Belatrix, aku rindu saat kita bersama-sama. Waktu itu
sungguh tak adil. Terkadang dikala aku sibuk kau lenggang dan dikala kau sibuk
aku terus memikirkanmu. aku ingin membunuh waktu!” lega akhirnya aku mengatakan
semuanya, yah setidaknya sampai saat ini semuanya... “Romanov, percayalah bahwa
waktu itu adil. Aku juga merindukanmu. Sudahlah lupakan perburuan sia-sia ini.
mungkin ada saatnya kita bersama. Sekarang pikirkanlah sebuah hari dimana nanti
kita akan menghabiskan waktu bersama-sama. Bukankah itu menyenangkan?”
senyumnya merekah bagai surya dimusim semi. “Kau yakin akan ada hari itu, hari
dimana kita sama-sama tidak mempunyai kesibukan?” aku masih ragu. Namun
perlahan laras panjang ini mulai luruh dari genggamanku. “Aku yakin 100%
Romanov, kemarilah. Aku juga merindukanmu” tangannya melebar, pertanda memberi
sebuah pelukan hangat. Lalu aku pun terjatuh kedalam pelukan hangatnya, ia
bagai matahari tak peduli dikala malam maupun siang ia membuatku merasa nyaman
dalam genggamannya. “hati ku sepenuhnya milikmu sekarang belatrix” bisiku pelan
pada rangkulannya. “Aku sudah tau itu romanov..”. Dan rembulan musim
gugur itupun menjadi saksi, waktu kini bisa bernafas lega. Pelukan kami menjadi
sajak terakhir dibulan september ini.