Roman Picisan 1: Sajak Indah Bulan September



  “D
iam! Aku sedang mengendap-ngendap, dimana dia?!”. Sekelebat bayangan terpantul di dinding oleh kilatan petir malam. Aku masih saja meneteskan keringat. Sembari menggenggam sebuah senapan sniper SPR kaliber 7.62 mm. Mencoba terfokus apa yang menjadi target ku saat ini. aku sudah mencari disemua sudut ruangan ini! tapi dia tak kutemukan sama sekali. “hei kau keluarlah! Jangan jadi seorang pecundang!!” pekikku. Namun tetap saja hanya hembusan angin yang meniupkan lambaian gorden-gorden ruangan ini. “Deng deng deng... ...!” dentang jam berbunyi 12x. Sial! Ucapku dalam hati. Sekarang sudah kehilangan beberapa menit ini dia lolos dari genggaman targetku!
                Kudengar pintu berderit, menandakan seseorang yang masuk dan membuka pintu! “Siapa disana!!”, “ini hanya aku..”.ucap belatrix dari ruang tamu. Syukurlah akhirnya dia pulang juga. aku menghela nafas panjang. “Belatrix naiklah kumohon, aku butuh bantuanmu disini!!” nafasku masih memburu. “Apa yang kau lakukan sendirian ditengah malam buta begini?? Dan mengapa kau menggenggam sebuah senapan?”. Tanyanya lembut memecah ke egoanku yang membeku. “Aku ingin memburu dia, aku ingin membunuh dia, dia adalah sumber dari segala yang memisahkan kita Belatrix”. “memang siapa dia? Disini hanya ada aku dan kamu Romanov..” tuturnya. Dia sangat dewasa sekali, selalu memakai kepala dingin dalam menyelesaikan sebuah perkara berbeda denganku. Itu yang membuatku kagum dan menyukainya hingga saat ini.
                “Romanov, Romanov. Mengapa kau diam saja, Beritaulah aku, siapa yang ingin kau habisi” . aku enggan berbicara mengenai masalah ini biar saja hanya aku dan senapanku yang mengerti siapa yang menjadi targetku kali ini. meski akan kujelaskan tampaknya dia juga tak mengerti akar permasalah yang sedang kuhadapi. “Sudahlah Belatrix kulihat kau tampak kelelahan, pergilah tidur. Jangan hiraukan aku, tampaknya kau memang tak bisa membantuku”. Gerutuku kesal tiba-tiba. Entah racun apa yang menyengat otakku. Aku tak dapat berfikir waras. Dia adalah pujaanku namun entah mengapa sekelebat bayang kesal menyelimuti diriku. Tidak, aku bukan kesal pada Belatrix. Namun aku kesal pada buruanku yang tak lama hilang
                “Romanov, berbicaralah. Mungkin aku dapat meringankan sedikit bebanmu itu” ucapnya pelan. “Belatrix, melihatmu disini saja sudah menentramkan hatiku, sudahlahkau terlihat tampak kelelahan hari ini. bukankah kau sibuk hari ini? aku tak ingin melihatmu sakit.” Tuturku halus meredam emosiku pada buruanku. “tidak Romanov aku tak akan bisa tidur dengan tenang jika aku tak tahu apa yang kau buru..” matanya tulus, setulus rembulan malam ini. aku tak tahan pikiranku sedang bertempur saat ini. beradu pendapat, katakan yang sebenarnya atau tidak. Namun aku kalah hati kecilku ingin mengatakan yang sebenarnya. “Belatrix, sudikah kau mendengar apa yang kuburu dini hari ini??”. “tentu saja Romanov, aku senang mendengarkanmu cerita”senyumnya lembut seperti sutra dunia.
                “Belatrix, aku sedang memburu sebuah pengahalang nyata bagi kita. Tak dapat kubayangkan jika aku berhasil membunuh dia. Mungkin selamanya kita akan bersama” sahutku sendu menahan serak tangis yang kupendam. “Apa itu Romanov, saat ini aku hanya dekat denganmu saja. Kaulah pria yang menjadi satelit ku saat ini Romanov.” Bibirnya selalu berusaha tersenyum walau ia bingung setengah mati terhadapku. “Waktu Belatrix, waktu” kuucapkan kata itu dua kali agar memperjelas apa yang sedang kuburu.
                “Waktu? Apa yang akan kau buru dari waktu Romanov..”matanya meleleh seakan panik melihatku sedikit tak waras malam ini. “Waktu Belatrix,dia selalu mengusik kita, kita selalu terpisah dengan waktu. Dia selalu memisahkan kita. Aku ingin menemukan waktu dan membunuhnya tepat ke bagian vital!” ucapku menderu mengalahkan hembusan angin yang masuk lewat celah-celah ventilasi ruangan ini. aku sudah tak tahan lagi air mataku seketika meleleh begitu saja. Begitu gampang menangis saat ini. dihadapanku kulihat hanyalah Belatrix yang terdiam terpaku, membujur tanpa tahu setan apa yang merasuki diriku kali ini.
                “Romanov, apakah kesibukanku mengganggumu..” tanyanya lembut. Sekarang gilirankku yang terdiam. Detik masih beradu pacu, ini malam terhening dihari ketujuh musim gugur ini. “Aku.. aku bukan ingin menghilangkan kesibukanmu Belatrix, sungguh tak adil rasanya jika aku tak mengertikanmu. Aku juga seringkali dibuat sibuk oleh pekerjaanku yang menumpuk.. aku.” Bibir ini rasanya membeku kaku seketika. Aku tak mampu melanjutkan kata-kata ku butuh sebuah dorongan mungkin untuk meneruskannya. “Aku apa romanov??” mulutnya tak kalah gemetar menahan rasa keingintahuan yang mendalam.
                “Aku hanya merindukannmu Belatrix, aku rindu saat kita bersama-sama. Waktu itu sungguh tak adil. Terkadang dikala aku sibuk kau lenggang dan dikala kau sibuk aku terus memikirkanmu. aku ingin membunuh waktu!” lega akhirnya aku mengatakan semuanya, yah setidaknya sampai saat ini semuanya... “Romanov, percayalah bahwa waktu itu adil. Aku juga merindukanmu. Sudahlah lupakan perburuan sia-sia ini. mungkin ada saatnya kita bersama. Sekarang pikirkanlah sebuah hari dimana nanti kita akan  menghabiskan waktu bersama-sama. Bukankah itu menyenangkan?” senyumnya merekah bagai surya dimusim semi. “Kau yakin akan ada hari itu, hari dimana kita sama-sama tidak mempunyai kesibukan?” aku masih ragu. Namun perlahan laras panjang ini mulai luruh dari genggamanku. “Aku yakin 100% Romanov, kemarilah. Aku juga merindukanmu” tangannya melebar, pertanda memberi sebuah pelukan hangat. Lalu aku pun terjatuh kedalam pelukan hangatnya, ia bagai matahari tak peduli dikala malam maupun siang ia membuatku merasa nyaman dalam genggamannya. “hati ku sepenuhnya milikmu sekarang belatrix” bisiku pelan pada rangkulannya. “Aku sudah tau itu romanov..”.  Dan rembulan musim gugur itupun menjadi saksi, waktu kini bisa bernafas lega. Pelukan kami menjadi sajak terakhir dibulan september ini.