Roman Picisan 2: Bait Cinta Venesia


   “H
oaahm”.  Aku membuka jendela kamar atas. Pagi yang indah di hari minggu musim gugur ucapku dalam hati. “Buongiorno1 Pedro, Salvoy, Andolu!!!” sapaku pada si tukang gondola itu. “Buongiorno! ” balas mereka kompak. Aku bersyukur hidup dirumah sederhana ini, pemandangan kanal yang indah terbentang di seluruh sudut venesia. Daun-daun pohon Astarigis2 berguguran diatas air kanal venesia. Kano-kano yang berlalu lalang membawa turis pun menjadi suatu pemandangan yang tak pernah membosankan ditiap pagi. Jam sudah menunjukan pukul 09.00. lalu aku buru-buru mengambil telephone genggam ku. Benar ternyata dugaanku ada satu pesan dari dia. –Selamat Pagi-.lalu aku membalasnya dengan girang ini merupakan semangat pagi bagiku. Senyum ku merekah ketika mengetahui kabarnya baik-baik saja, aku mengetahuinya dari pesan yang dikirim yang menandakan bahwa ia baik-baik saja.
            Yah hari ini aku bangun pagi tanpa belatrix disisi ku, dia harus ke Firenze dan roma untuk meneruskan kuliahnya. Sedangkan aku masih harus bekerja di Sestieri,Venesia. Namun berbeda dengan hari ini. aku suka cita menunggu kedatangannya. Yap. Malam ini ia pulang ke venesia. Aku sudah tak sabar lagi melihat pujaanku datang. Aku menuruni anak tangga, lalu mendobrak pintu rumah ku sendiri dan aku mempunyai rencana untuk menyambut dia hari ini. “Pedro, apakah nanti malam kau ada order?!” ucapku. “tidak, mungkin hanya beberapa turis yang akan menyewaku”. Sahut pedro. Kini tangannya mengencangkan ikatan tali gondola pada ujung batang kayu dipekaranganku. “kalau begitu aku boleh pinjam sampan mu itu tepat pukul 8 malam ini? akan kuberi kau 50 Lira” kataku bersemangat. “tidak, tidak usah romanov kau terlampau baik. Kau sering mengundang  kami pada thanks givingmu. Sudah akan kupinjamkan sampan ini tepat pukul 8 yah”. Begitu ujar gondolier itu. ketika mendengar kata pedro pikiranku melayang jauh kedalam rencana hari ini.
            Semua persiapanku beres. Sekarang jam sudah menunjukan 5 sore. Untuk membunuh kebosanan dan membuang waktu kunyalakan komputerku sembari memandang cuaca venesia senja ini. “beberapa jam lagi ia datang, aku sudah tak sabar” aku bergumam dalam hati. Salah satu media social menjadi andalan kami dalam berhubungan, lalu aku melihat dengan siapa saja dia ‘berhubungan’ selama beberapa hari terakhir ini. beberapa relation yang ia jalani membuatku ingin tahu secara dalam. Siapa laki-laki yang pernah membuatnya jatuh terperosok kedalam lubang hitamnya. Anggap saja Aberto, lalu aku mencoba melihat akun Aberto tanpa sadar aku berbuat seperti stalker memeriksa mulai dari penampilan, kebiasaan, lifestyle dan lain-lain dari hasil ‘intipan’ku, aku tahu kalau ia pandai memainkan piano, ia juga hebat dalam bermain saxophone. Lalu seketika nyaliku ciut. Dia seorang pria yang pernah menarik hati belatrix. Jikapun bersamanya aku tak masalah, dia telalu sempurna. Tak sebanding bakatku yang hanya dapat menuliskan secarik melodi puisi hitam. “huuuh”.  Aku menghela nafas panjang, sedari tadi saat melihat profilnya aku seakan tak bernafas. “dia tinggi, berbadan proposional, tampan, dia hebat dalam berbagai bidang. Lalu apa yang dapat belatrix kais dari aku yang hanya sekedar sampah ini yah?”. Aku melamun menatap Sistieri sore ini. gemelut senja dalam terpaan sepi. Kanal begitu hening sore ini, tak ada turis, maupun gondola yang berlalu lalang.
            Jam lewat 10 menit pukul 8. Seharusnya ia sudah datang. Aku tetap mencintainya, aku tetap menyayanginya. Namun aku dibuat minder malam ini. Moodku sedikit retak semenjak sore tadi. Bunga mawar dan selembar puisi sudah kusiapkan, tak lupa wine dan sepotong coklat juga tak luput.”ting-tong” bel rumah berbunyi nyaring diikuti suara belatrix yang merdu “Romanoooooov!!!!”. “hai belatix, aku rindu sekali” sahutku gembira. “Aku juga romanov” senyumnya kembali merekah membuatku semakin menggilainya. “Belatrix, ikutlah denganku. Aku yakin kau rindu pemandangan venesia, kau terlampau lama menikmati Firenze dan Roma”. Aku menariknya dalam genggamanku kearah gondola yang kusiapkan dari Pedro tadi.
            “Hei, ada apa ini romanov, tak biasanya kau mengajaku menyusuri kanal dengan gondola tanpa gondolier”. Belatrix tampak sedikit terkejut. “Yah belatrix aku mempunyai sedikit pesta kecil menyambut kepulanganmu malam ini, dan malam ini aku yang akan menjadi gondoliernya” ujarku seraya melepaskan tari gondola dari pekarangan dan mendayungnya jauh. Gondola sudah berlayar jauh dari rumah ku, menyusuri sungai Bévéra . Kanal malam ini tampak indah dengan Bulan purnama sempurna yang jatuh terpantul dalam bayangan air ini membuatku sedikit takjub. Tak hanya itu, lagu-lagu tradisional italia yang dipasang dikanan kiri kanal, mendentangkan sebuah ritme keromantisan malam ini. kini aku lelah mendayung, biar saja sampan ini terbawa arus hingga ke hilir.
            “Romanov, ada yang ingin kutanyakan padamu” ujar belatrix tiba-tiba.  “a-apa itu belatrix” entah kenapa aku gugup. “Apakah kau masih menyukai Agnola?, jawab aku dengan jujur romanov.” Ujar Belatrix lirih. “hah!! Apa yang kau maksud Belatrix, bukankah aku sudah mengatakan padamu bahwa aku mencintaimu kini ataupun nanti. Dan bukankah kau yang bermain-main dengan Aberto??” aku sedikit kaget dan tak sengaja nama Aberto pun kuucapkan. “Romanov, dia bukan siapa-siapa lagi dahulu aku memang menyukainya, namun sekarang aku lebih memilihmu. Jelaskan padaku tentang Agnola Ro..?” mata belatrix tak kalah bercahaya dibanding bulan. Matanya memantulkan cahaya abadi dengan berkaca-kaca seperti itu. “ah sudahlah belatrix, jangan terus membohongiku, aku tahu aku tak seperti dia yang memiliki sejuta bakat. Aku hanyalah anak lelaki biasa. Sedangkan Agnola? Huh, bahkan tertarik pun tidak. Kurangkah bukti cintaku padamu sehingga aku tega menduakanmu dengan Agnola??” aku menatap mata belatrix lantang. Aku juga ingin kejujuran darinya.
            Suasana kanal hening, hanya ada gondola milik kamilah yang terus mengalun di sungai venesia malam ini. “Romanov aku sudah mengatakannya jujur padamu, aku benci jika harus mengulangi kata-kataku. Aku memilihmu romanov, dengan segala kemampuanmu aku mencintaimu, dengan segala kekuranganmu pula aku menyayangimu. Berbeda dengan kau dan Agnola yang memiliki sejuta persamaan.”  Belatrix menatapku tulus. Inilah yang kutunggu kata-kata cinta darinya yang kuharapkan. ”Belatrix, Sekarang kumohon tataplah mataku! Carilah sudut ruang kosong dihatiku yang tak terisi olehmu! Lupakanlah Agnola kumohon. Aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengannya” sahutku memecah keheningan kanal. “Romanov, kau terlalu mencintai keposesifan dan dirimu sendiri dibanding aku,....”.  “tidak Belatrix, kau yang lebih menyayangi rasa cemburumu dibanding rasa cintamu!” potongku. “Romanov biarkanlah aku menyelesaikan kata-kataku, aku begini karena aku suka padamu Romanov, aku suka padamu..” kini belatrix tak kuasa lagi membendung luapan air yang ada dimatanya. Aku tak tahan melihatnya menangis, lebih baik aku saja yang merasakan sakit. Dan biarkanlah ia bahagia.
            “Belatrix, aku menjadi begini juga karena aku terlalu menyayangimu. Sudahlah tidak usah kita ributkan hal semacam ini, Ti adoro3 Belatrix, Ti adoro..” ucapku sendu. Sekarang gondola kami tiba menyusuri kanal-kanal yang sedikit sempit. “Ti adoro Romanov. Maaf kan aku yang selalu cemburu denganmu...” ujar Belatrix lirih. “Maafkan aku juga Belatrix, aku terlalu minder pada diriku.”. “Sudahlah Romanov, dimataku kau hebat!”  Belatrix mencoba memotivasiku kali ini. “oh yaah aku hampir lupa Belatrix, ini aku membawakanmu setangkai mawar yang kutanam sendiri dipekarangan rumah kita”. Aku memberikan mawar merah itu kedalam genggaman Belatrix.
            “Ah, indah sekali begitu merah, begitu merona mawar ini. terimakasih Romanov.” Sahut Belatrix tulus. “Tidak terimakasih Belatrix, kau selalu menentramkan hatiku saat hatiini kemelut, kau begitu dewasa” aku memujinya tulus. Dia sepertinya tersipu malu. Lalu kami menengguk bersama segelas wine yang sedari tadi sengaja kusiapkan.  Tiba dibawah jembatan Rialto. Suasana jembatan yang sedikit lebar dengan pencahayaan lilin-lilin yang menagpung diatas kanal membuat suasana venesia semakin romantis, dan melankolis. Kami berdua menggenggam erat tangan kami satu sama lain.
Berharap perpisahan itu takkan terjadi. Aku terlampau takut membayangankan perspisahan jika itu ada. Aku benar-benar tak ingin kehilangan Belatrix. Lalu aku membacakan pula Puisi hasil karya ku dengan tangan kami yang tetap bergenggaman. Sesudah puisi dibacakan. Tampaklah kemilau Sungai Danube diujung pembagian kota Venesia. Bintang berkerlap-kelip, lampu jalanan yang indah, serta bulan yang tampak sempurna. Tanpa sadar kami berdua berpelukan menikmati suasana venesia yang maha indah ini. rembulan pun tersenyum menatap kami yang asik dalam kemesraan ini. “Stammi piu vicino..”4 ucap Belatrix. “No, Sei la mia vita Belatrix”5 ... Venesia kini menjadi sebuah bait-bait indah yang terlalu sempurna untuk dituangkan kedalam Melodi cinta kami. 


1Buongiorno                :Selamat pagi
2Astarigis                     :Pohon berdaun 5 jari yang menguning daunnya bila musim gugur
3Ti adoro                    :Aku cinta kamu
4Stammi piu vicino   :Jangan pergi tetaplah disini denganku
5Sei la mia vita         :kau adalah hidupku