Tidak
ada penyesalan yang datang di awal cerita. penyesalan selalu menjadi akhir dari
sebuah bagian cerita. Begitupula dengan kisah ini, kisah yang sama yang
menceritakan malam dan bintang-bintang diluar sana.
Senja
mulai pekat dan bercampur hitam. Aku mulai membisu di atas jendela ini, langit
merupakan ciptaan Tuhan yang sempurna. Disanalah pandanganku terpatung. Tubuhku
terpasung disini tapi tidak dengan pikiranku yang melalang buana, otakku bak
mesin waktu yang membawaku terbang ke hari dimana seharusnya penyesalan tak
disebutkan dikisah ini. Sabtu di bulan April.
April
2017
Musim
gugur mulai menyapaku hangat. Daun-daun jatuh menepuk pundakku bergantian. Jalanan
ini begitu ramai dengan orang yang berlalu lalang, namun entah mengapa hatiku
mengatakan aku hanya seorang diri disini. Begitulah aku menikmati mentari yang
menyapaku hangat. Tunggu, aku mendongak keatas dan memastikan bahwa matahari
benar-benar ada diatas sana. Lalu mengapa ada cahaya yang begitu menyilaukan
dihadapanku. Sedikit ku sipitkan pandanganku dan kutatap kembali cahaya itu.
Manusia macam apakah itu, senyumannya mengalahkan sinar mentari. Dan mulai
detik inilah aku merasa tak hanya daun yang berjatuhan, organ tubuhkku mulai
berjatuhan satu persatu dan hatiku adalah yang pertama.
Aku
tak mengenalnya, tapi apakah boleh aku mencintainya? Aku tak bisa berhenti
memandanginya, tubuhku membatu seiring darahku yang mulai mengeras dan tak
mengalir lagi. Banyak orang disini tapi yang aku rasa hanya ada aku dan dia.
Aku memaku mataku tepat disenyumnya, senyum yang ia lempar pada lawan
bicaranya. Bukan aku.
Apakah
kamu pernah menyukai seseorang yang bahkan tak kamu kenal? Jika belum jadilah
aku maka kamu akan tau rasanya seperti apa, jika sudah, berarti kita sama. Dan
saat dia menolehkan pandangannya ke arahku, jantungku seolah berhenti memompa
darah dan semua organ tubuhku rasanya ingin berhenti bekerja, dengan hanya
melihat ke arahnya. Namun ternyata yang ia pandang adalah orang dibelakangku.
Apakah ini cinta pada pandangan pertama? Jika iya, maka ini benar-benar pandangan
pertama. Aku tak mengetahui namanya bahkan aku tidak tahu dia berasal darimana.
Sampai pada akhirnya dia menyapa temannya yang berjalan dibelakangku, dia hanya
melewatiku dan aku tak lagi bisa mengendalikan kepalaku untuk tak mengikuti dia.
Sangat
sulit menjadi diriku saat ini. Menyukai seorang yang bahkan tak kukenal. Hingga
pada Sabtu yang cerah. Lewat sebuah media sosial terhubunglah aku dengan dia,
dan beribu terimakasih aku ucapkan kepada temanku yang ternyata adalah
temannya. Meski aku diam-diam mengetahuinya, dan ucapan terimakasih itu
kuucapkan dalam hati, karena aku hanya tak ingin temanku tau aku menyukai dia.
Mulailah aku berkenalanlah dengannya, setiap kata demi kata yang kuutarakan
padanya kurangkai sangat hati-hati. Aku tidak ingin membuat kesan pertamaku
buruk saat berkenalan denganya. Bagiku kata adalah gelas-gelas kaca jika salah
dan jatuh maka hancurlah sudah aku didepan dia. Setiap kali dia membalas
pesanku aku merasa seperti orang mati yang hidup kembali, mungkin hanya itu
yang mampu mengungkapkan betapa senangnya aku mendapat balasan darinya. Kami
tak saling kenal tapi dia membuatku nyaman dengan kata-katanya yang dewasa.
Apakah ini mimpi? Jika iya, tolong siapapun jangan pernah bangunkan aku.
Beberapa
hari mengobrol dengannya dunia terasa begitu baik padaku, bahkan hanya dengan
mengobrol obrolan biasa kami sudah menjadi dekat satu sama lain. Kami saling
memberi semangat dan tak berhenti disitu kamipun merencakan untuk berlibur
bersama. Apakah ini nyata? Atau aku baru saja bermimpi? Aku begitu senang
Sampai akhirnya aku terjatuh dari kursi dan rasanya sakit, itu membuktikan
bahwa aku tidak sedang bermimpi. Berhari-hari aku dan dia saling berbalas
pesan. Ku akui aku sangat ingin sekali bertemu dengannya. Hingga tiba di mana
hari hanyalah hitam untukku, pesan-pesan yang kuberikan padanya hanya dibaca
olehnya. Awalnya aku mengira dia sedang sibuk, namun pesanku tak kunjung
dibalas olehnya, aku memberi pesan kembali memastikan dia baik-baik saja. Ya benar,
sepertinya dia baik-baik saja dibuktikan dia mampu membaca pesan yang
kuberikan. Namun tak ada lagi komunikasi diantara kita, karena pesan hanya
bersifat satu arah.
Aku
tidak tau apa yang membuatnya berubah, hingga dia tidak mau membuka dan membaca
pesanku. Meski aku akui cukup lega bahwa dia baik-baik saja karena telah
mengunggah beberapa foto namun tak kunjung pula dia menanggapi pesanku.
--
--
Kembali
aku disini yang masih mematung menatap langit, berharap sebuah pesan darinya
walau hanya satu kata. Tibalah kata penyesalan itu, bukan. Aku tak menyesal
bertemu dengan dia, tidak sama sekali. Aku menyesal, aku tak bisa menjadi apa
yang dia inginkan, aku menyesal tak pernah menanyakan apa yang dia suka. Sebuah
kebodohan. Aku menyesal bahwa mungkin aku tak sebaik yang dia pikirkan. Aku
jauh, jatuh terlalu jauh dalam sebuah lubang cinta yang kubuat sendiri. Sadar
aku bahwa aku hanya sendiri dilubang ini. Aku berharap ada orang yang melihatku
disini, dan aku berharap itu dia. Tuhan apa yang ku perbuat padanya hingga dia
tak lagi mau bicara dengan ku. Apakah aku membuatnya risih? Membuatnya tak
nyaman? Jika memang tak nyaman dan risih maka jangan buat aku memikirkan
liburan dengannya. Bukan salah dia. tapi mengapa harus dia yang menjadi sumber
segala mimpi-mimpi manis itu berasal?
Kini
langit menuntunku kepada malam. Malam bak seorang ibu diantara waktu yang
merengkuh hangat tubuhku. Bintang-bintang musim gugur masih malu menampakan
dirinya, juga dengan bulan yang tak tampak malam ini. Hanya angin musim gugur
dan secangkir kopi yang mulai dingin mau menemaniku berbagi cerita tentangnya.
Tentang dirinya yang masih berada di awang-awang, dalam relung imajinasiku
terdalam hanya dia. pun dengan hatiku tempat dia bersandar, dan dia masih
bersandar disitu.
Jangan acuhkan aku, aku mulai
mencintaimu, dalam. Sangat dalam. Hingga kamu tak tahu bahwa ini tak memiliki
dasar. Aku tak menuntutmu juga mencintaiku, tapi biarkanlah aku berusaha,
izinkanlah aku ikut berlomba dengan yang lain untuk bersamamu. Bolehkah aku
menetap disini dan tidak akan pergi?