Pemakaman Sepi




A
ku hanya terdiam terduduk dalam sepi. Jemariku semakin erat menggenggam kesendirian. Tangisku semakin pecah dan saat itu pula pundaku dirangkuhnya oleh kesepian. Aku hanyalah anakmu malam. Dan senja, kau adalah ayahku. Saat aku bersahabat dengan kehampaan hanya luka perih yang menyayat hati.kusandarkan tubuhku pada sebuah batang kepiluan berharap masa istirahat ini berubah menjadi tak kelabu lagi. Namun angin tetap saja memutarkan kehitaman dalam tulisan-tulisan yang kubuat.

                Hanya nisan dingin yang kini kuratapi. Hanya sebuah batu putih teronggok retak yang diam kutangisi. Keheningan malam beradu sempurna dengan wangi kamboja. Gundukan tanah merah itu kuremas-remas, kukais-kais sambil meneriaki “bangunlah!!!!”. Suara burung hantu bersahutan sepi. Suara lolongan panjang serigala bersahutan meneriaki seisi tanah pemakaman ini. kebutaan seakan pekat mengelabui hatiku. Jiwa dan nuraniku sudah terbuang sia-sia.
                Aku ingat hari kemarin, hari paling tragis dalam hidupku. Saat kegelapan menutupi hatiku yang memudar dan pikiranku keruh dibuatnya. Aku sudah lama memendam emosi ini, memendam seluruh amarah dunia. Seakan gunung dengan sejuta larva dan magmanya aku siap memuntahkan keluar dari mulutku. Kebetulan disiitu juga ada sebilah pisau berdiam. Tak ambil nafas atau pikir kali kedua lagi dalam hidupku. rasa cemburu dan kesal mencintaimu meliputiku dan membalutku jadi satu kesatuan yang tak akan pernah terpatahkan lagi. Terlontarlah kalimat berujung derai “Belati bahagia berkaratlah didadaku!”. Kini hanya tetes-tetes sendu bersama lagu malam diantara ilalang ini. sebuah nisan retak bertuliskan namaku disitu masih terus kutangisi..