Roman Picisan 7: Senandung Akhir Kisah Ini



    A
ngin menyembul dari sela-sela tenda ini. menerpa kelembutan dihelai tiap rambutku. Romanov masih terlelap dalam buaian mimpi indahnya.  Kini aku membuka resleting tenda, tampak matahari sudah mengangkasa tinggi. Kubangunkan Romanov. “Ro.. Ro.. sudah siang, bangunlah kau belum sarapan kan??”.. sembari kubelai rambut coklatnya itu diamasih tampak ingin melanjutkan genangan mimpinya. Tak lama kemudian tampak mata coklat Romanov terbuka. Sembari mengusap mata dengan kedua tangannya itu ia berkata “Sudah jam berapakah ini Belatrix.. aku takut kita ketinggalan pesawat”.  “Hah pesawat? Pesawat apa? Apakah kau mengigau” aku berkata bingung.  “Iyaa Bel.. kita akan pergi ke Amsterdam, menuju tempat kelahiranmu.”  Kata Romanov tenang.  “Hah untuk apa ke Amsterdam kau belum pernah memberitahuku sebelumnya Ro..” aku memang lahir di Amsterdam, namun kini aku tak mempunyai siapa-siapa lagi. Hanya Romanov yang kupunya, pun dengan Romanov, kami berdua hanyalah sebatang kara yang memiliki satu sama lain.
                Aku melangkah keluar tenda, tampaklah sebuah danau Lauzern dengan pantulan Alpine disela-sela mentari, sudah siang namun angin berhembus dingin. Tiba-tiba kurasakan tangan Romanov mendekapku dari belakang, menetralisir rasa dingin pegunungan ini.  “Ayo Belatrix kita berkemas-kemas..”  Romanov beranjak mengemasi tenda itu sedangkan aku mengemasi barang-barang kami di dalam Cottage. Beberapa jam berlangsung, tanpa sempat sarapan kami bergegas keluar dari Cottage. Tak ada angkutan umum disini, bahkan kami pun tak ada yang membawa kendaraan. Kami hanya mengandalakan kendaraan yang berlalu lalang untuk kami tumpangi. Tak selang beberapa lama melintaslah sebuah mobil box terbuka dengan mengangkut sayur mayur dari desa. Dengan kemampuanku berbahasa Jerman kami akhirnya dapat tumpangan untuk sampai ke kota. Suasana masih terasa menakjubkan, dari tempat terbuka ini kami dapat melihat leluasa jalanan serta suasana Switzerland.. pegunungan Alpine yang menjulang kokoh serta danau-danau yang tergenang indah memantulkan setitik mentari diatas sana,suasana yang sangat Alami!.
                Hingga akhirnya kami tiba di Zurich. Dengan mobil yang mengangkut sayuran penuh itu tetap melanjutkan perjalanan hingga menuju tempat pemasaran yang dimaksud.. Kami menaiki sebuah taksi untuk menuju Zurich International Airport. Dengan lalu-lintas yang tak terlalu padat kami berhasil tepat waktu untuk menaiki British airways.Tidak membuang waktu lama untuk sampai ke belanda. Tiba akhirnya kami landing di Amsterdam Schipol International Airport. Belanda. kami harus melewati beberapa pemerikasaan dilobby oleh beberapa petugas imigran Belanda. Semua itu lancar sudah. Ketika kami keluar dari bandara hamparan melodi semi di Belanda terasa indah. Kami menaiki bus yang memang disediakan dari pihak Airport untuk mengantarkan kami ke tengah kota. Sebuah bangunan bertuliskan Amestar Hotel terpampang jelas dihadapan kami. Yah, itu adalah tempat menginap kami hari ini. Sebenarnya suasana Amsterdam tidak jauh dengan venesia, kanal-kanal dan sampan berserakan seperti di Sierra, Venesia. Namun entah mengapa aku merindukan sekali tempat ini. terciptanya kenangan ketika aku masih kecil terlintas jelas, mengalun lembut memenuhi otakku. Terekam bagaimana kenangan itu tercipta, di sela-sela rumah yang aku tinggali bersebelahan dengan rumah Romanov.  Kami memang kenal sejak dulu, sejak umurku menginjak 2 tahun.

***
                Beberapa Belas Tahun lalu Ketika musim panas itu berawal, Romanov yang masih balita menggenggam erat selang ditangannya. Tangan mungilnya itu menyemprotkan pekarangan dengan asal. Rambut coklatnya tergerai tertiup angin. Masih sangat lucu ketika itu aku pandangi dia. Kemudian dia menghampiriku dan memberikanku selang yang ada ditangannya, sembari berkata “Ayo kita sirami berdua bunga-bunga ini”. bukannya menyiram aku malah meremas pipinya dengan gemas hingga ia menangis. Kemudian ibu Romanov datang dan menggendongnya.  Lalu ia menenangkan Romanov dan mendamaikan kami. Hingga akhirnya kami bersalaman dan ia mencium pipiku. Hihihi. Masa kanak-kanak yang indah, tak selang beberapa menit dari kejadian itu kudengar sebuah sirine pemadam kebakaran dan ambulan datang mendekat. Ibu Romanov membawa pergi Romanov dalam dekapannya dan aku masih bingung melihat orang-orang yang berhamburan keluar dari rumah sebelah. Sebuah kobaran api yang menganga menjilati atap- serta dinding-dinding bangunan itu.
                Hingga akhirnya Ibuku datang dengan isakannya kemudian mengajakku beranjak dan pergi meninggalkan rumah. Saat itu aku tak tahu apa-apa kami berdua masih bermain dengan polosnya. Keesokan harinya aku bersama ibuku dan Romanov kami bersama-sama mengenakan pakaian yang serba hitam, menuju tempat dimana puing-puing batu berserakan serta gundukan hijau didepannya. Aku tak tahu mengapa ada ayahku yang tertidur dalam sebuah kotak  kayu yang berlapis kain putih itu. Pun dengan Romanov yang melihat ayahnya yang tertidur pulas dalam kotak balok itu. Ibuku terisak sembari memeluku erat, kejadian ini tak berbeda jauh dengan keadaan ibu Romanov yang juga terisak sembari memeluki Romanov yang kebingungan menatap Ayahnya..kudengar beberapa orang yang ikut hadir mengenakan pakaian serba hitam itu berkata  “Mereka adalah pahlawan sejati..”  lalu beberapa lainnya juga berkata   “Saat api membumbung tinggi tanpa rasa takut mereka berdua menyelamatkan Davine bersaudara “.  Davine? Yah dia adalah anak kembar yang seusia dengan ku, kemarin rumah mereka dilalap api besar. Lalu apa hubungannya dengan ayahku?  “Yah mereka berhasi mengeluarkan Davine bersaudara lewat jendela, namun salah satu diantara mereka sudah kehabisan nafas didalam..”  ada orang yang masih asik berbicara seperti itu. Kudengar lagi diantara mereka ada yang berkata  “Dan satu lagi berhasil keluar dengan luka bakar namun nyawanya tak berhasil diselamatkan ketika dibawa keRumah sakit..”.  “ Malangnya nasib mereka.”  Kudengar seorang perempuan berambut putih dan berkacamata tebal itu menimpali sembari menyeka air mata dengan sapu tangannya.
                Beberapa tahun silam ketika kami beranjak remaja. Tak bertahan lama kami berduapun harus terpisah. Romanov harus mengikuti ibunya ke Venesia dan aku tetap di Amsterdam. Perpisahan yang menyedihkan itu terjadi. Masih tercetak jelas bagaimana kami berpelukan dan berciuman dibawah pohon Apel saat musim Panas berlangsung.  Namun walau terpisah jauh kami tetap berhubungan layaknya sepasang kekasih.  Tak lama setelah kepindahan Romanov, kudengar ibu Romanov harus meninggalkannya pergi jauh dan tak mungkin kembali. Saatku ingin menyusul Romanov keVenesia untuk menenangkan hatinya. Kini giliranku lah, keluarga kusatu-satunya, dan wanita yang teramat kucinta harus menghadapi serangan jantung mendadak.  Nyawanya tak tertolong ketika tiba di Rumah sakit. Kudengar kembali hiruk pikuk orang bersemayam, memakamkan dan mendoakan ibuku. Dalam pakaian serba hitam yang kulihat untuk kedua kalinya setelah ayahku. Kini aku harus merasakan isak dalam hamparan pemakaman .tiba-tiba kusadari sebuah rengkuhan hangat yang sepertinya kukenal.
                Yaa Romanov, ia datang untuk menenangkanku. Ia memeluku memberiku kedamaian abadi, sesosok yang hangat yang mungkin bisa mengobati rasa kesepian ini. kemudian kami beranjak menuju Venesia. Aku tak mau terlampau larut dalam kesedihan yang me-liku. Kujual rumah dan tanah tempat lahirku ini. kubawa semua barang-barang milik ibuku dan akupun berkuliah di Venesia. Dengan beasiswa yang kudapat dengan susah payah, serta Kerja keras Romanov. Kami akhirnya dapat mempunyai Flat indah di Sierra.

***

                Tak kurasa kini air mataku menggenang disetiap sudut mataku, mengingat kenangan yang berlalu berputar di antara interval waktu, baik suka maupun duka. Kusadari Romanov sudah tak ada sedangkan aku masih mematung di depan Hotel ini. Kulihat di depan Recepsionis ia sedang memperlihatkan sebuah tiket akomodasi. Ingin rasanya aku cepat memeluknya, entah apa yang menghantuiku namun tiba-tiba rasa rindu itu terlintas kembali mengalun indah memenuhi imajinasiku. Kini Romanov melambaikan tangan. Mengisyaratkan agar aku mengikuti dia ke dalam lift. Dari dalam kamar pemandangan Amsterdam sangat indah. Hamparan bangunan tersusun dengan lampu-lampu jalanan yang berbaris memenuhi jalanan Amsrtera. Senja mengalun indah menggulung kedamaian yang meliuk disudut-sudut Amsterdam.
                Tiba-tiba Romanov mengajakku pergi keluar dari Hotel, mencari beberapa restoran yang mampu meredakan rasa lapar kami. Setelah kami menyantap beberapa iris daging dan beberapa lembar roti. Kembali Romanov menarik tanganku. Kami menuju jalanan Avisentrum, jalanan yang hanya ada setapak aspal dengan pemandangan Tulip bulan dikanan-kiri kami. Tulip bulan adalah jenis bunga Tulip yang sangat indah. Bunga yang mekar hanya pada saat musim semi ini mampu mengeluarkan pantulan cahaya dari lampu jalanan. Pantulan ini tercipta dari kelopaknya yang mengkilat. Merah, Kuning, Putih, dan Biru berbagai warna Tulip yang memantulkan cahaya indah berserakan disamping kami. Tiba tak jauh dari padang tulip ini adalah sebuah tempat hulu dari kanal-kanal Amsterdam. Negara ini berjulukan Netherland yang berarti tanah yang rendah. Belanda adalah sebuah negara tak lebih jauh dari Kota Venesia, Italia. Pemerintah sengaja membangun kanal-kanal tempat air mengalir karena Amsterdam sendiri lebih rendah dari laut, jika tidak ada kanal-kanal maka air akan meluap dan membanjiri seluruh pelosok Amsterdam. Namun bukannya menjadi keruh suasana Belanda. Kanal ini menjadikan Belanda tampak indah. Dihadapanku sebuah Kano berwarna biru muda lengkap dengan dua batang dayung berwarna coklat cerah tersiap untuk dipakai. Kami menaiki sampan ini dan kemudian Romanov mendayung sampan menuju kanal di tengah kota. Suasana yang sama seperti di Venesia tercetak jelas.
                Hingga akhirnya kami tiba disungai Rhine, sungai panjang yang mengalun membelah kawasan Amsterdam. Alunan Jazz mengalun menyembul mengikuti sampan yang sedari tadi hanya terhempas bersama arus sungai ini. mengirama memelodi dengan pemandangan disebelah yang sangat dramatisir ini. Semi di Belanda sungguh menyenangkan. Aku tak mampu lagi menggambarkan pemandangan indah ini. bangunan yang bercahaya serta lampu-lampu yang menghiasi kanan kiri tembok kanal ini menjadikan rekaman diotakku tak lagi mampu melukiskan semuanya. Tiba-tiba Romanov mengeluarkan sebotol Wine yang tak kusadari kapan ia membawanya kemari.Red wine kesukaanku. Tertulis tahun 1889 yang berarti harga sebotol itu sangat mahal. Lalu ia menungakan red wine itu dalam sebuah gelas mengocoknya sedikit dan memberikannya padaku. “Tunggu sebelum kita bersulang, tunggulah hingga sampan ini mencapai Jembatan Rathan” ucapnya.  Aku hanya mengangguk tanpa tahu apa yang terjadi. Se-inchi lagi sampan kami tiba di jembatan Rathan, tampak dibawah jembatan itu kelopak bunga Tulip bertebaran indah memenuhi air disitu. Suara Saxophone juga mengalun merdu memenuhi kolong jembatan. Dan akhirnya Romanov mengajak kami bersulang.
                Aku tersadar ada yang menyentuh bibirku ketika aku meneguk wine ini. sebuah benda berkilau yang menyenggol bibirku. Kulepaskan gelas itu dari cengkraman bibir kukuamati benda itu. Tampak sebuah cincin putih mengkilap dengan beberapa berlian yang berserakan diatasnya. Sebuah cincin yang indah. Aku hanya terbisu mengamatinya. Aku gugup setengah mati. Lalu Romanov mengambil gelas itu dan meraih cincin putih itu dan berkata  “Belatrix,will you marry me..” ucapannya begitu romantis. Sebuah kata-kata biasa yang sering terdengar namun kali ini terasa berbeda ditelingaku. Ditambah suara Romanov yang bercampur merdu dengan alunan Saxophone itu.. Matanya yang coklat menatapku seksama, seolah menginginkan sebuah jawaban dariku.  “Ya Romanov, I will...”  ucapku seolah tersihir untuk memenuhi keinginannya itu. Diraihlah tanganku dan melingkarlah sebuah cincin indah itu diatas jari manisku. Sebuah keindahan terpancar dicincin itu dan kini Romanov mencium keningku. Amsterdam.. sebuah kota kelahiranku dan awal lembaran baruku.. “Belatrix, aku ingin kau segera menuntaskan kuliahmu itu dan kita menihkah 2 bulan lagi.” Katanya. Gleeek! Aku menelan ludah. Entah bahagia entah apa aku tak terpikir kami akan menikah secepat itu. Namun aku juga tak ingin untuk menolaknya. Aku ingin segera mempunyai kehidupan baru dan bahagia bersamanya.
                Keesokan harinya. Mentari Holland terpaksa membangunkanku dari buaian dan genggaman tangan Romanov ini. tiba hingga saatnya kami berpisah kembali. Romanov akan mengurusi pernikahan kami yang entah akan diadakan dimana. Sedangkan aku harus menyelesaikan dengan cepat perkuliahanku yang sedikit terbengkalai ini. “Belatrix jagalah dirimu, mungkin beberapa minggu kedepan aku akan bersibuk-sibuk riau ntuk menyiapkan semuanya.” ...  “BaiklahRomanov aku harus kembali ke Roma untuk mengejar ketertinggalanku dan jagalah dirimu baik-baik”.  Siang itu kami harus benar-benar berpisah Romanov hanya mengantarku hingga ke Amsterdam Schipol International Airport. Dan pelukan terakhir kami dibandara diwarnai dengan rasa yang tak ingin saling melepas satu sama lain.

2 Minggu kemudian ...

                Hubungan kami berjalan baik-baik saja. Kudengar pernikahan kami akan berlangsung di Indonesia, sebuah negeri kepulauan yang amat indah dan terpencil katanya. Hingga suatu saat aku mengetahui ada seseorang yang dengan terang-terangan mengatakan padaku bahwa ia menyukai Romanov.  Shabrina namanya. Aku dan Romanov tak sengaja berkenalan dengannya dalam sebuah jejaring sosial. Dalam media sosial tersebut sebenarnya dia sudah tahu bahwa kami saling mencintai satu sama lain. Namun betapa egoisnya dia dengan mengucapkan jika kami belum memiliki status satu sama lain dan dia berhak merebut Romanov dari pelukanku. Aku takut kehilangan Romanov kali ini, aku takut ia luluh pada Shabrina dan akhirnya jatuh kedalam pelukannya. Shabrina menyukai apapun yang dilakukan oleh Romanov.  Jelas sudah aku mengatakan pada Shabrina bahwa aku menyayangi Romanov. Namun ia tak mau mengerti sedikit pun. Pun dengan William yang hingga kini masih mengejar-ngejarku.  Harus bagaimana lagi berbagai cara bahkan aku sudah mendiamkan dia. Namun usahanya untuk mendapatkanku begitu gigih. Aku sudah tak tahan lagi dengan semua kondisi ini. ku ambil telfon genggamku tak kupedulikan lagi betapa mahalnya tarif telfon international. Aku merindukan pula suara Romanov itu.
                “hallo Belatrix..”  terdengar dari kejauhan suara Romanov.  “hallo Ro.. aku rindu suaramu” sapaku.  “yah begitupun denganku yang amat sangat rindu suara merdumu Belatrix.. tapi apa tidak masalah. Kita sedang berbeda Negara bahkan Benua..”  katanya sedikit khawatir.  “Aku tak peduli Ro.. ada hal yang ingin kutanyakan padamu saat ini”  tanyaku.  “Apaitu Bel??”...   “Apakah kau ada hubungannya dengan Shabrina? Sejauh mana kau berhubungan dengannya? Kutahu jika ia menyukaimu Ro..”  kataku lirih.  “Shabrina? Yah aku tak pernah memedulikan dia sedikit pun bel.. ketauliah jikapun ada hal yang harus kupedulikan itu hanyalah kamu dan pernikahan kita..” ucapnya..  “Namun sepertinya ia sangat gigih untuk memperjuangkan cintanya padamu Ro..” kataku sedikit khawatir hal itu.  “Ya.. aku tahu itu Bel, namun berbagai cara sudah kucoba untuk menghentikannya, ia sama seperti William yang hingga kini masih mencoba merebutmu dariku.. benarkan??”  tanyanya.. kuakui memang William begitu gigih dan tak mau menyerah hingga kini. “AkuBingung Ro...” jawabku seadanya..  “Ingatkah kau Bel, Jika kamu Bingung kamu harus mengatakan sesuatu.. apa itu??"  Tanyanya menggoda. Yah sebuah perjanjian tercipta diantara kami. Sebuah permainan lalu terikatlah perjanjian diantaranya. Jika salah satu dari kami mengucapkan kata ‘Bingung’ kami harus mengucapkan kata ‘I Love U’. Sebuah lelucon namun indah. “I Love YouRoooo...” kataku seraya menahan senyum dibibir ini.  “I Love You too Bel..” terdengar suara disebrang sana yang sedang menahan tawanya.
                “Jangan tinggalkan aku Ro, aku hanya takut kehilangan dirimu..” ucapku sedikit memelas.  “tak perlulah sekhawatir itu Bel.. aku berjanji aku tak akan meninggalkanmu... dan jangan tinggalkan aku lagi Bel.” Jawabnya.  “Sudah tentu Ro.. aku menyayangi mu..byee” ucapku mengusaikan perbincangan ditelfon ini.  “Aku juga menyayangimu Byeee..” sahutnya..

1 Bulan 1 Minggu Kemudian ...

                Beberapa hari lagi menjelang pernikahanku. Kini aku telah berada Dubai transit dan menunggu Lion Air untuk membawaku ke Jakarta. Beberapa menit kemudian suara Notification bandara terdengar, pesawatku sudah landing beberapa menit yang lalu dan kini aku bersiap untuk menumpanginya. Romanov berjanji untuk menjemputku di Soekarno Hatta International Airport.  Hingga akhirnya terasa suasana panas yang menyengat dibagian kulitku.  Jakarta. Sebuah kota yang masuk kota tiga terpadat di Dunia. Suhu yang amat panas membuatku membutuhkan sebuah adaptasi super cepat untuk menyesuaikan iklim Indonesia. Kulihat Romanov sedang berdiri mencari-cariku. Kulambaikan tangan tapat kearah Romanov dan segeralah ia menjemputku kesini.  “Hai Bel.. apakah kau sudah siap? Bukan di Jakarta Pernikahan kita berlangsung. Semua kerabat telah menunggu ditempat yang menjadi saksi bisu pernikahan kita. Kita harus menaiki pesawat ke Bali dulu”  ucapnya girang. Aku hanya mengangguk bingung. Sebuah Garuda Indonesia air lines tepat mendarat di terminal 2. Beberapa waktu berlalu, meninggalkan kami yang masih terhanyut dalam buaian rasa rindu yang menggebu. Tiba akhirnya di bandara I Gusti Ngurah Rai. Lalu kembali kami harus menaiki pesawat kecil, yang biasa disebut pesawat capung kearah pulau flores, tiba disana pesawat itu hanya mendarat dan mengisi bahan bakar dibandara mini yang tersedia. Setelah itu kami terbang kembali, aku bertanya kepada Romanov. Mau kemanakah kita dan dimanakah tempat pernikahan tersebut diadakan. Namun ia hanya diam dan tersenyum memandangi mataku. Kemudian aku hanya tersipu malu.
                Sebuah gugusan pulau dengan lautnya yang sangat amat jernih terbentang dibalik jendela pesawat tempatku duduk.  Pulau indah yang disebut sebagai kepala burung, Papua! Saat aku turun dari pesawat mini ini terbentanglah tulisan. Welcome to Raja Ampat, Indonesia!!.  Raja Ampat?? Jadi pernikahan kami diadakan dikepulauan Raja Ampat? Woooww. Aku menatap mata Romanov seolah tak percaya. “Ya Bel pernikahan kita akan digelar di Raja ampat. Tepatnya di pulau Misool..” senyumnya Romanov mengembang seolah ia tahu apa yang sedang ada dipikiranku untuk dipertanyakan.  “Hah? Ro apa kau tidak bercanda kali ini??” tanyaku terperangah..  “Maaf Bel, mungkin pesta ini tidak sesuai yang kau inginkan, pesta dalam sebuah gedung yang megah dengan perabotan super mewah.. namun aku ingin tempat yang spesial dan tak terlupakan seperti ini Bel... “ katanya dengan mimik yang sedikit menunjukan penyesalan.  “Oh Roo.. kau tak perlu meminta maaf, aku senang kau sudah mempersiapkan semuanya..  dan ini memang tempat yang indah!” ucapku seraya menghiburnya.  Tiba-tiba salah satu temanku datang sembari merentangkan tangannya memeluku dan kemudian menariku. Romanov melambai pergi. Aku disuruh memilih gaun-gaun putih yang indah. Beberapa hari berlalu, aku turut ikut mempersiapkan tempat-tempat dimana pernikahan akan berlangsung dengan sederhana ini.  Dengan tema Outdoor dan pantai ini aku tak sabar menantikan hari H itu.

Hari H  

                Hari yang kunanti tiba, matahari Indonesia menyembul indah. Tampaklah aku sedang berada didepan cermin dengan temanku yang masih sibuk menata rambutku.  Beberapa saat kemudian...  Gaun putih melambai-lambai diterpa angin,suara lonceng dan daun misteltoe menggantung indah diatas sana, memayungi jalan setapak yang terbuat dari kayu sederhana. Dibawah kayu itu tergenanglah sebuah laut yang indah dengan terumbu karang yang tampak didasarnya. Karena jernihnya air itu tampak pula ikan-ikan yang sedang berenang kesana kemari.  Adalah aku yang sedang mengenakan gaun putih dan didampingi seorang sahabat, dan Adalah dia Romanov yang sudah menunggu dipelataran nikah tersebut. Matanya tertegun padaku yang mengenakan gaun indah ini. Raut muka setiap orang yang hadir pun ikut terkagum melihatku, aku jadi sedikit tersipu malu dan grogi.. Ia sangat tampan dibalut kemeja putih dan jas hitam itu. Sudah saatnya kami berjanji dan ia melingkarkan cincinnya itu kejemariku (lagi) lalu kamipun berpelukan dan tersenyum satu sama lain, tertawa bahagia bersama.
 Dengan latar belakang lautan Halmahera dan teluk cendrawasih.  Semua begitu hijau dan biru. Jernih. Tak pernah kupandangi hal sealami ini dan semenakjubkan ini. Selain di Indonesia.  Negeri yang tak banyak orang tahu selain Kepulauan Dewatanya ternyata menyimpan sejuta nuansa indah. Tak bisa lagi kulukiskan kata-kataku ketika kami berdua hanya tinggal berdua disini.  Yah acara pernikahanku  telah usai. Kini hanya tinggal aku dan Romanov yang sedang menikmati rembulan Indonesia dengan saling bersandar dan kaki mencelupkan dilaut. Terbentanglah jajaran rasi Phoenix, Eridanus dan Cassiopeia diantara bulan yang bercahaya sempurna. Kami terlarut dalam pelukan mesra.  Dia membisikan kata “Sayang” di telingaku. Dan akupun membisikan pula kata itu ditelinganya. Hingga akhirnya kami mempererat pelukan kami dan bertemulah bibir-bibir kami. Sebuah pemandangan Romantis tercipta dalam gugusan Raja ampat ini. Cerita kali ini usai, namun cinta kami belum usai. Entah hingga kapan, mungkin Andromeda dapat menjawabnya.
                                                               
                                                                  
                                                                     -The end-