Roman Picisan 6: The Awesome of Switzerland



“T
iiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnn!!” Desingan klakson taksi membuyarkan lamunanku. Sudah hampir sejam lebih aku terkantuk-kantuk di taksi. Newyork. Beginilah kota yang tak pernah tidur. Kemacetan menjalar disetiap penjuru kota layaknya jamur. Aku beringsut-ingsut kesal. Aku masih berada di Linconl havy street beberapa meter lagi Newark International Airport. Namun sayang- sayang sekali. Untuk pergi ke Eropa aku harus menggunakan terminal 5 di John F.Kennedy International Airport. Sedangkan jarak yang harus kutempuh masih berkilo-kilo meter lagi menuju Howard beach tempat bandara itu bersandar. Belum lagi kini aku harus bersusah-susah payah menempuh Manhattan. Ya Manhattan siapa yang tidak tau Manhattan. Sebuah daerah di remah Newyork tampat dan asal muasal biang kemacetan ada disitu. Siaaaaaallll. Beberapa jam lagi aku akan tertinggal jam penerbangan ku.
            “Stop!!” aku memberhentikan taksi walau masih disekitar Union city. Aku berinisiatif lain. Ku turunkan semua koper miliku dari dalam taksi lalu ku bawa dengan susah payah menuruni tangga subway. Subway adalah satu-satunya transportasi yang bisa diandalkan. Susah payah aku menaiki subway berharap aku tidak telat untuk time flight departures. Tepat!!! Beberapa inchi lagi aku menginjakan kaki di John F.Kennedy IA. Beberapa senti lagi aku harus checkin dan.... tidak beberapa detik yang lalu Transerro Airlines sudah terbang. Tidak. Kuhubungi bagian Costumer Service. Lalu aku beralibi untuk mengejar waktu meeting dan bla.. blaa.. blaa. Akhirnya kudapatkan juga penyelesaian masalahnya. Kini aku hanya menunggu waktu 30 menit untuk mengikuti penerbangan transit. Aku harus transit ke london dahulu sebelum kebandara tujuanku. “Ro..maaf aku sedikit terlambat dari New york. Kamu dimana?? “ Sebuah pesan kukirim sebagai bentuk penyesalanku ini.
            “Ngiiiiiiiiiiiiinggg” Suara mesin pesawat sudah berdesing nyaring disisi terlingaku. Dari pesanku tadi hingga sekarang masih belum ada balasan. Marahkah ia, atau apa?? Pikiranku semakin campur aduk ketika lampu telephone genggam berwarna merah. Pertanda untuk mematikan alat elektronik atau mengaktifkannya dalam mode Flight. Lalu aku tidur dalam perasaan gundah karena tak kunjung mendapat balasan..
            Beberapa jam kemudian British Airways mendarat dengan sukses di London Heathrow Airport. Belanda. Segera kusesuaikan sinyal telephone ini dan segera ku coba check pesan dari dia. Nihil! Lalu kucoba lagi melihat salah satu media social yang ia gemari. Dari jam pemberangkatan hingga kini mendarat di london. Dia sudah mem-post beberapa pesan di Timeline nya. Berarti seharusnya ia sudah melihat isi pesanku. Berarti seharusnya ia bisa membalas pesanku. Kucoba kuhubungi dia. Ternyata tak kunjung di jawab. “Roo jika kau memang ingin membalas perbuatanku silahkan, kini aku mengerti rasanya ditinggalkan. Padahal aku hanya sesaat belum mengetahui kabarnya. Tak bisa kubayangkan jika aku harus menjadi Romanov yang 3 hari lebih tak mendapat kabar dariku.. maafkan aku Ro..” aku bergumam sendiri sembari menunggu pesawat Swiss International Airlines tiba di sini. Suasana London masih dingin, padahal ini adalah awal musim semi. Atau hanya kekebalan tubuhku yang berkurang. Karena beberapa hari kemaren aku hanya beristirahat di Rumah sakit saja. Tak kupedulikan hal macam itu. Pikiranku benar-benar campur aduk saat ini.
            “Tiiiing Tooong!” suara notification bandara terdengar nyaring. Mengumumkan bahwa pesawat yangakan aku naiki telah tiba di terminal 6. Sudah saatnya. Aku telah terlambat hingga beberapa jam karena Taksi dan Manhattan yang menyebalkan itu. Pasti Romanov marah, yah ia pasti marah karena kebodohanku lagi. Tak membutuhkan waktu lebih dari dua jam untuk tiba lagi di Bandara International Zurich. Swiss. Sudah aku tiba di Swiss namun masih belum ada kabar dari Romanov. Oke aku mencoba untuk membesarkan hati walau hingga kini aku masih tetap tak dapat balasan dari dia. Aku berusaha mengingat tempat kami berjanjian. Sudah lewat dari 4 jam dengan  Greenwich Mean Time saat ini. lalu aku mencoba berbahasa swiss atau setidaknya jerman. Karena penduduk lokal sangat sulit untuk berbasaha inggris.usahaku gagal sepertinya. Kukunjungi Tourism Center disekitar bandara. Kulihat peta menuju Schwerzenbach suatu tempat yang dijanjikan Romanov untuk kami bertemu. Di peta yang berada di Tourism center tersebut, lokasinya terlentak di sela-sela Pegunungan Alpine dan terdapat tiga buah danau disana. Namun dari Zurich IA cukup jauh jaraknya. Bisa membutuhkan waktu seharian untuk mencapainya.ditambah aku belum membeli tiket akomodasi ketempat  kami berjanjian.
            Sudah hampir 50 menit waktu terbuang sia-sia aku hanya mematung disini. “hai ausländische Touristen!!”* terdengar teriakan dari dalam mobil van bermotif Reggae dan sedikit nyentrik itu. “Hai!!” Untungnya aku mengerti sedikit bahasa jerman dan apa yang coba mereka ucapkan. “Where are you going??” tanya mereka. Ah untungnya mereka menggunakan bahasa inggris. “I Want to going there..”aku menunjuk-nunjuk daerah Schwerzenbach karena sejujurnya aku tak mengerti cara membacanya. “Come on we want to going there too.. Schwezenbach is awesome!!” teriak mereka dari dalam van. Sejujuranya aku ragu untuk mengambil keputusan ini. yah aku orang asing aku sangat takut untuk menaiki van yang baru kukenal pemiliknya beberapa detik yang lalu. Namun pikkiranku juga beradu. Aku sudah sangat terlambat dan aku juga buta arah, lagipula tampang mereka juga sepertinya baik. Ah sudahlah kunekadkan. Jika mereka berbuat macam-macam akan kuhubungi Romanov. Namun.. ah lupakan pikiran negatif ini!!
            Selama berkendara aku mengetahui bahwa sebenernya mereka orang asli Austria dan beberapa Jerman. Yah mereka juga turis yang suka bertualang. Setidaknya kegundahanku berkurang satu akan hal negatif mereka namun yang menjadi ke fokusanku adalah. Dimana Romanov..
            Selang beberapa jam. karena jalanan Swiss lengang tak seperti di newyork jadi kami pun tiba dengan cepat di Schwezenbach. Ku cari sebuah cottage bernama Clinton disitulah kami berjanjian. Memang tak sulit menemukan sebuah cottage bernama Clinton. Karena daerah ini begitu hijau dan sepi jadi hanya sedikit cottage dan hotel yang berdiri. Jelas terpampang sebuah papan bertuliskan Clinton Cottage. Aku turun dari van itu dan mengucapkan banyak terimakasih kepada mereka. Tak lupa kuberikan kartu namaku sebagai bentuk sopan santun warga eropa. “See yaa Belatrixx!!” sahut mereka melambai pergi meninggalkan aku dan segumpal asap van didepan cottage ini. lalu kumasuki pekarangan cottage ini dan..
Sebuah cottage berdiri menghadap danau Lauzern dengan warna cottage yang coklat muda diiringi gugusan pohon cemara dibelakangnya menjadikan sebuah kesegaran tersendiri bila menghirup udara disini. Kususuri pintu cottage dan langsung kucari dimana Romanov berada. “Romanov!!!! Romanov!!!” aku meneriaki sesisi cottage yang hanya memiliki satu lantai dengan satu kamar ini. cukup kecil untuk bisa mendengarnya kembali bersahut. “Ada apa Belatrix.. akhirnya kau datang juga.. sudah lama aku menunggu mu disini” Romanov masih menunjukan muka datarnya, walau aku tahu sebenarnya ia bahagia bertemu denganku. Sudah lupakan semua kegengsian dalam otak. Kini aku berjalan mengahmpirinya sembari merentangkan kedua tangan dan kami berpelukan akhirnya. Dia menyambut pelukanku dengan hangat. Ketika berpelukan tak ada sepatah kata yang keluar. Rasa rindu ini terlalu kalut untuk dibicarakan hanya pelukanlah yang mengerti semuanya.
“Ro kemana saja kau, mengapa tak ada kabar.. jujur aku khawatir. Maaf kan aku pula yang telah meninggalkanmu.. maafkan keterlambatanku Ro...” aku memelas sambil kupandangi mata coklatnya itu. Begitu indah diterpa cahaya senja dari balik jendela. “Tidak Belatrix.. lupakan kepergianmu. Itu mungkin memang menyiksaku namun melihatmu hadir dalam pelukanku sungguh telah menentramkan hatiku..”. ucapnya sembari memeluku kembali. Aku masih penasaran. Sepertinya sikap Romanov sedikit berbeda denganku. Atau hanya perasaanku saja?? Meskipun jujur aku masih merasa bersalah atas kepergianku tempo lalu. Kulihat punggungnya berbalik kearah ruang tamu mengeluarkan seisi tasnya. “Apa yang kau cari Ro?” tanyaku pelan “Tidak hanya sebuah tenda. Aku ingin hari ini kita camping di pekarangan Bel..” ucapnya masih datar..  Wow apa yang ia rencanakan lagi. Aku jaid penasaran. “Perlukah aku bantu?”.. “Tidak usah Beltarix, kau pasti lelah dengan semua perjalananmu istirahatlah sana”. tuturnya halus. Jujur saja aku memang sedikit lelah. Kesehatanku belum semuanya pulih.
Aku terlelap dalam buaian Swiss disenja ini. -hingga beberapa jam diakhir senja dan diawal malam “Belatrix.. Belatrixxx” kudengar suara halus membangunkanku pelan. “Ah Roo..” kulihat Romanov dengan senyumnya membangunkanku. Waktu menunjukan pukul 08.45 Malam. “Apakah kau lapar Bel? Kau belum makankan??” tanyanya sembari mengelus pipiku. Kurasakan bunyi dalam perutku tak kuasa lagi untuk makan. Lalu Romanov mengajaku keluar rumah dan Voilaa!!!!! Di pekarangan yang menghadap danau Lauzern dengan gemerlap bintang di angkasa hitam, serta pegunungan Alpine yang menjadi latar belakang danau itu. Aku terkesiap! Sebuah tenda hijau berdiri lengkap dengan api unggun serta beberapa buah roti dan makanan kaleng.
“Ro apakah kau menyiapkan ini sendirian??” aku masih berdecak kagum. “Iyalah tidak ada seorangpun disini selain kita.. indah bukan???” Tanyanya kembali. “Sangat amat indah Ro..” mataku memantulkan cahaya api unggun sedangkan matanya memantulkan ukiran indah pegunungan Alpine. Lalu ia menggenggam erat tanganku mengajakku untuk makan malam. Beberapa roti dan daging kalengan menjadi hidangan utama kami. Serta beberapa jagung menjadi penutupnya. Kupandangi senyumnya yang merekah saat kami bersenda gurau. Tak ada yang lebih indah di dunia dibanding gelak tawa yang ia berikan.
Hingga saat nya kami membicarakan topik yang lumayan serius.. yaitu tentang William. Yah william. “Belatrix.. kudengar kau dekat dengan william?? Siapa lelaki itu?? Apakah kau menyukainya??” pertanyaan yang bergulir dari bibir Romanov spontan sedikit membuatku tersedak. “Ro.. dia hanya sebatas teman untuk ku.. tak ada yang melebihi dirimu saat ini.” jawabku. “Benarkah, bukankah sepertinya William juga menyukaimu, kulihat dia sering mem-postingkan sebuah kalimat gundah untuk mu??” tanyanya lagi. Pertanyaannya begitu tepat seperti tembakan seorang sniper sejati. “Kuakui benar Ro.. dia menyukaiku namun itu hanyalah perasaanya, tak usahlah kau pedulikan dia. Sejujurnya aku hanya menyayangimu Ro.. pandangilah mataku saat ini!” tegasku aku tak ingin Romanov mempunyai pikiran negatif tentang ku lagi. Saat mata kami beradu pandang seperti sebuah galaksi yang dipenuhi bintang sedang bertabrakan. Jutaan cahaya berpendar disela-sela tatapan kami. Hanya teriakan kebisuan yang mampu menggambarkannya. Matanya yang coklat dan indah tak mampu lagi menahan, rasa sayang ini. terlalu menggebu.
“Belatrix..” sahutnya.. “Ya Romanov apakah kau sudah lega dengan pertanyaanmu?..” tanyaku.  “Bukan itu. Matamu indah sekali diterpa kemerlap bintang-bintang swiss..” ucapnya. Deeeeng!!! Kata-kata itu terlalu mengenai hatiku saat ini. aku hanya terdiam dan membisu tanpa tahu apa yang harus kukatakan lagi. “Belatrix.. aku ingin tahu apa alasanmu meninggalkan aku sendirian di Roma.. apakah kau tidak tahu. Itu menyakitiku Bel..” lagi-lagi pertanyaannya seperti peluru yang menembus tepat di ulu hati ini. kulihat tangannya terluka entah karena apa. Aku tidak tahu pasti. Namun aku tahu kalau Romanov punya kebiasaan buruk. Yaitu menyakiti dirinya sendiri. “Maafkan aku Romanov.. maafkan aku... aku hingga kini bingung.. aku mempunyai perasaan yang berlebih.. dan aku juga takut melukai hatimu Ro..” aku bingung untuk menjelaskan semuanya. Yah semuanya begitu rumit untuk diutarakan.
“Belatrix. Apapun tujuanmu melakukan itu kumohon dengan sangat, jangan lakukan hal itu lagi.. aku tak peduli apa alasanmu meninggalkanku tempo hari. aku cukup tenang berada disini bersamamu..” tutur Romanov. “Iya Ro maafkan aku sekali lagii.. dan tadi mengapa kau mendiamkan aku? Aku kebingungan setengah mati mencari sekelumit kabarmu” balasku. “yah aku tadi sedikit egois Bel, maaf aku menyangsikan hatimu yang sebenarnya tak kuketahui.. aku cemburu pada dia. William..” kata Romanov jujur.  “tak usah lagi kau pedulikan William Ro, dia hanyalah sekelumit orang yang sebenarnya tak kupedulikan, hanya kamu yang kupedulikan saat ini. sudahlah” Tuturku halus. Matanya berbinar menatapku dan semua kejujuran mengelilingi Alpine saat ini. hanya sebuah salah tingkah dan senyum-senyum geli yang berada memutari kami saat ini. sebuah kelepasan masalah dan kepergian ego membuat kami tersenyum-senyum sendiri.
            Malam semakin larut dalam canda tawa kami. Konflik tak selalu menjadi permasalahan yang rumit untuk kami. Kuncinya hanya satu. Kejujuran. Entah antara kejujuran atau ketulusan namun kuperlukan salah satunya disetiap beradu konflik dengan Romanov. Kini kami berdua berdekapan satu sama lain memandangi hamparan bintang tepat diatas danau Lauzern dan didepan puncak Alpine. Keindahannya tak bisa dibayangkan. “Belatrix lihatlah sekarang tepat pukul 2..” kata Romanov.. “Lalu apa yang terjadi Ro?? Sudah sangat larutkah? Hingga kau ingin terlelap??” tanyaku yang masih ingin terjaga disini. “Tidak bukan itu Bel. Lihatlah ke angkasa sana. Tepat di penghujung musim dingin dan diawal musim semi Alpine selalu menampakan cahaya Auroranya yang indah..” ucapnya sembari tersenyum memandangi langit. Dan benar saja cahaya yang turun satu persatu membenamkan Switzerland dalam sebuah rona keindahan. Aku terbenam dalam pelukan Romanov diantara kemilau Aurora yang berpendar diangkasa. Lalu kurasakan hangat bibirnya menyentuh bibirku. Diterpa angkasa dan Aurora danau Lauzern ini menjadikan sebuah ciuman yang mengutarakan segalanya. Hanya bintang dan Aurora disanalah betapa kuat cinta kami.. melodi ini belum berakhir, masih banyak bebatuan terjal didepan sana.. namun satu yang pasti Swiss menjadi ukiran indah cinta kita. Kelak kalian akan menemukannya di Alpine. Karena disitulah terbentuknya surga nirwana bagi kami saat ini.


*Hai turis asing