APHRODITE: Kasih kembali



               Aku tertawa bahagia. Siapa bilang melihat orang yang kau cinta menderita itu membuatmu luka. Itu dusta. Aku bahagia karena kata “Karma” yang selama ini sering kulontarkan dalam setiap doaku terkabul juga. Lihat? Akhirnya mawar pun menggugurkan durinya untuk melihatmu terluka. Ariadna begitu aku mengeja pelan namamu di pagi ini. Di pagi yang cerah dimana semalam aku bingung memikirkanmu. Sekarang semuanya terlambat. Ya, semuanya terlambat. 

                Pagi ini aku bangun terlalu siang untuk pagi yang harus kukejar. Buru-buru aku menggapai waktu yang berlari terlebih dahulu meninggalkanku digaris start. Kantorku tidak terlalu jauh dari tempat ku tinggal. Hanya sedikit melewati stasiun-stasiun dan akhirnya aku sampai. Disini ditempatku kerja hanya sedikit berurusan oleh waktu. Aku tak boleh terlambat, kedisiplinan akan waktu dijunjung tinggi. Namun untuk masalah kerapian pakaian dan lainnya dibebaskan. Menyenangkan bukan? Ya aku bekerja dibidang Advertisment

                Jam kerja sudah melengking tinggi, membuat para karyawan bergetar untuk segera pulang saat mendengar suaranya. 

                “Ahhh akhirnyaa...” Desahku. Aktivitas hari ini lumayan padat aku ingin segera pulang dan istirahat. 

                Aku melangkahkan kaki keluar subway. Berjalan gontai menuju blok rumah ku tinggal. Saat semakin dekat samar-samar aku melihat seseorang depan pintu flatku. Astaga Demi Dewa Zeus yang bijaksana!!!! Seperti listrik yang menyengat kemudian menjalar kepermukaan kulit tubuhku. Aku kaget setengah mati. Berusaha aku menegakan tubuh walau terasa aku ini Invertebrata

                “Ariadna.. apa yang kau lakukan disini?” Ucapku berusaha mendatarkan grafik yang melambung tinggi di area jantungku. 

                “Maaf kan aku Aidos, aku kemari tanpa memberitahumu. Telfon dan pesan yang kuberikan tak pernah kau balas..” Desahnya lirih menahan takut, entah takut karena aku marah atau ... 

                “Hmmmm...” Aku hanya mampu mendesah menatapnya. Matanya sendu, terlalu sendu untuk mata yang seindah bulan purnama itu. sebenarnya aku tak tega, namun apa yang harus kuperbuat? Masalahnyapun aku tak tahu.

                “Aidos aku ingin bercerita, tolong dengarkan ceritaku. Aku tak tahu lagi harus bercerita kepada siapa..” Ucapnya memandang lurus mataku. Mata itu. hal yang tak bisa kupungkiri untuk membuatku jatuh berulang kali.

                “Kenapa? Kau disakiti pacar barumu itu? Atau kau dicampakan sama seperti kau mencampakanku?” Entah dari mana kata-kata itu terlontar. Sebenarnya hatiku tak tega berkata seperti itu. Namun itu yang ingin aku keluarkan, itu yang ingin aku lontarkan, aku ingin dia mendengarkan. 

                “Iya..” Kepalanya menunduk lesu. Seperti bukan dia yang biasanya, seperti bukan dia saat awal pertama kali kita bertemu. Keceriaanya, tingkah lakunya, seakan-akan semunya hanyalah seperti lampu pijar yang redup dimakan usia. 

                Entah angin dari mana yang mendorongku, entah hati macam apalagi yang menusuku. Aku memeluknya, merengkuhnya dalam dekapanku. Aku menghangatkan dinginnya sebuah rasa yang membeku mati karena tersakiti. Aphrodite maafkan aku, maafkan aku karena telah berdoa agar karma itu menjadi nyata. Sungguh kusesali apa yang kuperbuat dulu. Aku meninggalkannya, namun aku pula yang merasa marah. 

                Pelan ia terisak, pelan sekali. Hampir tak terdengar, namun air matanya jatuh mengenai kepastian yang tak tertahan. Air matanya mengalir menuju liang rindu yang tak terucap, menuju dadaku tempat hati bersarang. Sekali lagi aku terjatuh dalam pelukan ini. terjatuh dilubang yang sama sekitar satu setengah bulan yang lalu. 

                “Aidos, aku menyesal maaf kan”...

                “Sudahlah” aku memotong kata-katanya. “Tak perlu lagi kita bahas. Itu bukan salahmu sepenuhnya. Aku mengerti”  Kata-kata bodoh yang kulontarkan entah darimana berasal. Tentu saja aku tak mengerti. Namun aku hanya ingin dia tak terlihat murung lagi. 

                Kuajak dia kedalam flatku, ku persilahkan duduk dan aku membuatkan secangkir coklat hangat agar ia lebih tenang. Aku bergumam dalam hati. Demi dewi Aphrodite apa yang merasukiku, mengapa aku terlampau baik kepadanya. Aku membencinya. Selisih satu malam aku kembali berlutut didepannya. Apakah Cinta se-sejati itu? Apakah setia se-tahan itu? aku hanya menatap kosong pusaran air dalam gelas coklat yang kuaduk. 

                Aku duduk mendekatinya setelah memberikan segelas coklat hangat dan melihatnya meminum perlahan dengan kedua tangannya. Aku merangkul pundaknya dan mengarahkan kepalanya agar bersandar dibahuku.  Perasaan macam apa ini. 

                “Terima Kasih Aidos, aku sunggu menyesal dulu..  tolong beri aku kesempatan sekali lagi.” Ucapnya membuyarkan hening yang sedang asik melukis diudara.

                “Sudahlah tak perlu kita pikirkan lagi hal seperti itu” DUSTA!!! Ya itu dusta aku masih memikirkannya. Aku hanya menenangkannya, Munafik! Aku memafkannya tapi biar bagaimanapun jika mengingatnya tak memungkiri bila aku terluka. 

                “Aku mencintaimu dengan luka Ariadna” Desahku dalam hati. Tak mungkin bila aku ucapkan itu akan menyakiti hatinya. 

                “Aidos.. mengapa kau begitu baik padaku?” Kudengar itu hanyalah ungkapan basa-basi. Dan aku tak tersanjung oleh hal itu.

                “Aku tidak baik, hanya kau yang terlalu jahat disini.” Lagi-lagi aku menjawab dalam hati. Aku terlihat membecinya namun ketahuilah aku amat mencintainya...

                Tiba-tiba tangan kirinya merangkul pinggangku dari belakang, kepalanya tetap bersandar dibahuku. Aku pun membalasnya. Aku tahu saat ini ia hanya butuh pelukan. Saat ini ia hanya butuh uluran tangan yang membantunya keluar dari lubang itu. Aku siap menjadi tangan itu, bahkan aku sudah menyiapkan tali untuk menjeratnya keluar. Aku memandangnya, menatapnya lekat-lekat hingga ia sadar jika ia sedang kupandangi. Akhirnya ia pun balas memandangku. Matanya menari, menandakan bahagia telah kembali. Matanya berujar diam dalam tatapannya jika “Hei aku adalah Ariadnamu. Aku adalah milikmu kembali Aidos.” Ya tentu aku merasakannya, kemudian aku mengecup perlahan keningnya. Membuat bibirku kembali bergetar tepat di tempurung otaknya, tempurung tempat bersemayam otak yang akan lebih giat memikirkanku nantinya.

                Bibirnya tersenyum merona, meminta cinta yang pernah ia menangkan dulu. Dan kini ia memenangkannya, kembali. Setelah cukup larut waktu teraduk dalam hangatnya air asmara. Kini saatnya ia pulang. Sebelum pulang sekali lagi ia tertahan dipintuku, dan menyuruhku kembali masuk mengisyaratkan bahwa ia tak perlu kuantar. 

                “I Love you..” Lirih ia berkata sambil menoleh melangkah pergi.
Aphrodite terimakasih.


--


                Aku melangkah pergi dengan gontai, bukan maksudku aku melangkah pergi dengan bahagia dari flat itu. Dari sebuah pintu yang sebelumnya tertutup rapat untuk aku masuki. Rasanya Aidos mampu meniupkan kepergian Gavin hanya dalam sekali hembusan nafas. Pelukan itu... masih rasanya hangat menempel dalam benang-benang pakaian yang aku kenakan. Bibir itu... Ahh tentu saja bagaimana aku bisa melupakan sensasi luar biasa itu. keningku seperti tersengat ribuan volt!

                Betapa bodoh rasanya dulu aku sempat mencampakannya. Ya aku akui itu juga salahku, tapi sekarang semua sudah berlalu. Ketika aku sampai dikamar kami memulai lagi kebiasaan lama kami. Kebiasaan yang dahulu sempat hilang, termakan rasa benci yang memburu dan kini berubah menjadi rindu yang menderu. Berbalas pesan. Semua kami bahas, mengingat hal pertama kali bertemu, mengingat ia yang terus menatapku di kereta itu. ah semuanya terasa mengasyikan. Tak terasa matahari telah terbit lagi,menendang bulan yang kini asik mendengkur. 

                Aku hanya tidur sebentar, seharusnya lelah. Namun Aidos terlalu tahu bagaimana membuatku tetap semangat. Hari ini aku harus berangkat kerja. Aku bekerja di goverment membuat desain web tentang kota ini dan segala jenis industri yang berkembang. Aku menyukai pekerjaan ini. terlebih lagi atasanku yang terlalu ramah denganku. Tanpa sempat aku melahap habis dua tumpukan roti itu aku segera melangkah pergi. 

                Aku telat memang, namun jika berarti atasanku belum datang aku belum terlalu telat. Sesampainya disana aku merancang pekerjaanku yang kemarin belum sempat kuselesaikan. Mulai dari layout dan halaman-halaman web yang akan di pre-launching nantinya. Hari ini sepertinya aku hanya menyelesaikan bagian contact-us. Desain background terlalu kosong. Ini bertujuan agar website tersebut masih terlihat resmi dan elegan. Dengan gambar gedung goverment dan beberapa serba-serbi industri yang berkembang dikota ini menjadi header website ku.

                Sesampainya jam makan siang. Atasanku mengajakku makan disalah satu resto terdekat. Ya walaupun harganya agak mahal aku tak perlu risau memikirkannya. Karena hal tersebut sudah pasti ditanggung oleh atasanku. Saat hendak memesan terdengar suara telefon genggamku berbunyi. 

                “Aidos?” nama yang terpampang membuatku tersenyum. Dan aku mengangkat telfon tersebut.

                “Hai Ariadna..” Sapanya disebrang sana.

                “Hai Aidos.. Ada apa? Apakah kau sudah makan?” balasku cepat. 

                “Tidak apa aku hanya merindukanmu. Sudah, kau sendiri?” Sahutnya. Merindukanku? Ya dia merindukanku.. Astaga aku sudah lama tidak mendengar kata “Rindu” darinya. 

                “Ya aku juga merindukanmu Aidos. Aku baru saja akan memesan makanan” Balasku menahan  rasa gembira yang entah karena apa.

                “Oh baiklah kalau begitu selamat memesan. See you Ariadna...”  Hanya seperti itu?

                “See you..” balasku datar. Hanya seperti itu? kukira kami akan berlama-lama menelfon. Tapi mungkin ia sedang sibuk. Aku harusnya lebih bersyukur. Ditelfon olehnya yang sedang sibuk dijam-jam padat seperti ini. Ya aku harusnya lebih bahagia. 

                Jam menunjuk-nunjuk angka 4, memastikan bahwa kami sudah harus bergegas kembali menciumi lelah yang menebar pesona. Aku sama seperti pekerja lainnya berkemas untuk segera meninggalkan tempat ini. Tak singkat waktu berirama sampailah aku di flat. Setelah membersihkan diri aku mendengarkan musik dan memandang keluar lewat jendela. Sedikit banyaknya aku mempunyai suara yang cukup merdu. Aku aktif dipaduan suara bersama teman-temanku. Bahkan sampai saat ini aku menjadi yang dominan. 

                Aidos pun tahu aku cukup lihai memainkan nada dari rongga mulutku. Dalam sebuah pesan yang berbalas cukup lama saat ini. Dia memintaku untuk menyanyikan sebuah lagu. 

                “What would I do without your smart mouth?  drawing me in, and you kicking me out. You’ve got my head spining, no kidding I can’t pin you down. What’s going on in that beautiful mind I’m on your magical mystery ride and I’m so dizzy, don’t know what hit me, but I’ll be alright....” Begitulah lagu yang kunyanyikan sebuah salah satu lirik milik John legend telah kunyanyikan dan kukirimkan melalui pesan suara.

                Kabar bahagia menurutku. Dia sangat menyukai apa yang telah kunyanyikan saat ini. Dan dia menyanjungku, bukan maksudku aku besar kepala namun sanjungan darinya memang terasa spesial menurutku. Bayangkan bahagianya jika disanjung oleh kekasih kalian. Tak selang beberapa lama aku diberitahu kabar yang menurutku buruk. Entah menurutnya baik atau tidak aku tak menanyakan. Aidos ku ditunjuk sebagai leader dalam acara perusahaannya. Kabar baik bukan? Ya tapi dia harus pergi ke Venesia selama Dua Minggu. Kabar buruk, sangat buruk!!

                Bagaimana aku bisa tahan untuk tak bertemunya dalam dua minggu.  Namun aku tak ingin melarangnya atau menghalangi karirnya. Aku harus selalu mendukungnya suka maupun tidak bukan. Semoga Aphrodite melindunginya dari godaan diluar sana. Semoga Dewa Ares tetap menjaganya hingga kembali dalam pelukanku.