Disuatu malam yang sepi dan
dingin karena baru saja hujan menyapanya lalu meninggalkannya pergi seorang
diri. Terlihat dua orang pemuda sedang berbincang akrab di depan teras sebuah
rumah. Perbincangannya terlihat renyah, dengan sebatang rokok yang
masing-masing tergenggam erat di sela jari mereka. Dingin tak berusaha
memberhentikan mereka. Sepertinya mereka adalah teman yang akrab. Hingga jemu
menit menggulung, tibalah mereka
diperbincangan serius. Sangat serius. Bukan soal kuliah, bukan soal tugas yang
biasa mereka kerjakaan dijam-jam genting. Bukan juga soal uang jajan yang biasa
mereka keluhkan. Mereka membicarakan masalah hati.
Membicarakan masalah pasangan
mereka masing-masing. Tampak pemuda dengan kulit kecoklatan memandang lesu
rumput dihadapannya. Sedangkan pemuda yang duduk disebelahnya memiliki kulit
yang lebih putih asik menghisap dalam-dalam rokok ditangannya. Tiba-tiba saja
obrolan dengan tawa tadi menghilang. Semakin tengah malam, hati semakin
terbuka, dan perasaan semakin jujur. Kata yang diucapkanpun mengalir deras. Tanpa
tedeng aling-aling yang menghalangi. Ya mereka berdua terlihat lebih dari akrab
untuk memahami satu sama lain.
Rhino namanya. Pemuda yang
sepertinya mempunyai masalah berat dengan kekasihnya. Entah seberat apapun itu Derri
yang duduk menemaninya sedari tadi siap mendengarkan bahkan menjawab
pertanyaannya.
“Der bagaimana kabar hubunganmu sama pacarmu itu?” Pecah
Rhino ditengah kepulan asap rokok malam itu.
“Baik, Kenapa? Kenapa menanyakan hal seperti itu?” Derri
sedikit mengernyitkan alisnya sambil memandang kawannya.
“Tidak hanya saja. .. Aku sedang bingung Der. Aku takut jika
ia bosan denganku.” Mata kosongnya masih menatap hamparan rumput didepannya.
“Takut? Kenapa harus takut? Ada-ada saja kamu” Derri
menjawab pertanyaan itu dengan santai.
“Aku ingin bertanya banyak hal Der” Mata Rhino kini
memandang wajah Derri
“Silahkan saja apa yang kamu ingin tanyakan” Derri menghisap
kembali rokoknya. Sepertinya ia tahu teman karibnya sedang gundah malam ini.
Malam masih akan terbentang
panjang, masih akan berlayar melintasi waktu. Kini jarum jam baru menunjuk
angka 12. Masih terlalu dini untuk mereka menguap.
“Aku lihat kamu begitu sayang sama pacarmu Der? Kenapa??”
Tanya Rhino dengan mimik yang cukup antusias
“Bukankah kamu sudah tahu?”Jawab Derri dengan menaikan
sedikit alis sebelah kanannya.
“Belum. Aku hanya penasaran. Caramu memandang Natallie
begitu beda? Terlalu cantik kah ia? Haha” Kini Rhino bertanya dengan sedikit menggoda
“Tidak. Aku akan menjawabnya setelah kamu menjawab
pertanyaanku.” Sahut Derri tanpa menanggapi candaan yang dilontarkan Rhino
“Apa itu?” Kini Rhino sedikit lebih serius menanggapinya.
“Apakah Malam butuh bintang?” tanya Derri.
“Tidak, namun tanpa bintang malam akan lebih hambar bukan.”
Rhino kini menatap langit malam.
“Apakah bumi butuh matahari?” Tanya Derri lagi.
“tentu saja butuh. Tanpanya bumi hanya akan ada musim
dingin. Lalu?” Kini Rhino balik bertanya
“Ya anggap saja aku malam tanpa bintang, dan bumi tanpa
matahari. Aku menatap matanya karena disitulah bintang dan matahariku berasal.
Aku selalu menatap matanya dalam-dalam karena aku merasa aku hanyalah bumi
dengan malam yang pekat jika tanpanya.” Derri menjawab mantap tanpa berkedip.
“Ehmmm. Sebegitukah kamu mencintai dia Der?” Tanya Rhino
ragu. Karena menurutnya kata yang terlontar dari mulut Derri hanyalah isapan
jempol atau gombal belaka.
“Iya...” Kini Derri menjawab lebih mantap lagi.
“Bagaimana bila ia bosan suatu hari nanti? Bagaimana jika ia
tidak mencintaimu lagi Der?” Tanya Rhino dengan mata yang menelisik.
“Tidak apa-apa. Namun aku tak tahu harus bagaimana jika ia
bosan nanti.” Kini Derri kembali melemparkan kepulan asap rokok setelah ia
menghisapnya cukup dalam.
“Ehmmm lalu?” Rhino masih belum mengerti. Bodohkah
sahabatanya itu.
“Lalu? Lalu jika ia ingin mendapatkan yang terbaik silahkan
saja.” Derri memadamkan rokok nya yang tinggal sebesar jari kelingking bayi.
“Lantas apa kamu juga akan mencari yang terbaik Der??” Tanya
Rhino menginterograsi otak temannya.
“Tidak Rhin” Sambung Derri datar.
“Apakah kamu lelah mencari?” Selidik Rhino.
“Tidak juga?” Sahut Derri cepat.
“Hmm kenapa?” Kini Rhino sedikit menyerah
“Karena aku sudah mendapatkan yang terbaik saat ini.
Natallie. Sudah cukup bagiku Rhin.” Rhino menatap langit, berharap langit
kembali menatapnya.
“Der sepertinya kamu sekarang sudah dewasa.” Ujar Rhino
kagum.
“Tidak juga Rhin. Aku seperti manusa lainnya, aku juga takut
kehilanganya. Hanya saja aku harus lebih siap jika hal itu terkadi.” Kini Derri
sedikit lebih menggunakan hati dalam menjawab ketimbang menggunakan otak
seperti jawaban-jawaban sebelumnya.
“Kamu pria dengan banyak cinta ya? Bayangkan bila pacarmu
itu selingkuh?” Kini Rhino berusaha menguji teman akrabnya, karena ia tahu saat
ini temannya sudah masuk jurang melankolis yang ia pasang sejak tadi.
“Dia Khatulistiwa milikku. Satu-satunya manusia yang mampu
membelah hatiku secara simetris ketika hal itu terjadi nanti” Mulut Derri
memang berkata, namun hatinyalah yang mendikte setiap apa yang ia ucapkan.
“Setelah itu apa yang kamu lakukan?” Rhino kembali
melayangkan pertanyaannya.
“Aku akan tetap menyatukan hati yang terbelah itu.” Jawab
Derri singkat
“Oh hem.” Rhino butuh waktu untuk menyerap kata-kata Derri
barusan.
“Tentunya hati yang terpotong tak seindah awalnya bukan?”
Derri berusaha menutup pembicaraan tentang dirinya.
“Ya aku setuju. Sepertinya dia orang yang tepat buatmu
berhenti mencari” Rhino akhirnya menyerah.
“Lalu apa masalahmu?” Tanya Derri. Karena sedari tadi ia
ditanyai tanpa tahu maksud Rhino.
“ Sebenarnya pacarku selingkuh belakangan ini. Tapi aku
terlalu takut untuk bicara. Aku takut hubungan kami berakhir.” Rhino menatap
dalam-dalam lantai dibawahnya.
“Hah? Kamu serius?” Tanya Derri tak percaya. Karena setahu
Derri mereka adalah pasangan yang bahagia. Meski mereka berdua jarang
berkomunikasi akhir-akhir ini.
“Iya aku sudah cuku mengumpulkan bukti dari media sosial dan
teman-teman terdekatnya.” Masih Rhino menjawab sambil menekuri lantai
dibawahnya.
“Apa yang kamu tunggu,bicaralah jangan jadi pengecut.” Sahut Derri sedikit menahan emosi
“Sudah kubilang aku takut akan akhir hubunganku” Jawab
Rhino.
“Kenapa harus takut? Dia saja tak takut kehilanganmu. Terus
apa lagi yang kamu tunggu? Berpacaranlah dengan yang menghargaimu Rhin” Kini
Derri terbawa emosi.
“Aku sama sepertimu Der. Aku sangat mencintainya tak mungkin
ku lepas begitu saja..” Kini Rhino menyulut rokok kemudian menghisapnya. Entah mengapa.
Kedua lelaki ini tak seperti lelaki lain
diluar sana. Mereka menggunakan hati, bukan akal.
“Hmmm aku mengerti, katakanlah pada pacarmu apa yang ingin
kau sampaikan. Jika memang harus berakhir. Ketahuilah hanya yang terbaik yang
akan bersamamu nanti.” Derri berusaha menenangkan hati kawannya meski ia tahu
hanya dengan ucapan kadang menjadi sia-sia belaka.
“Jika ia pergi Der?” Tanya Rhino memandang Derri Serius.
“Maka lepaskanlah. Cinta juga harus belajar melepaskan
bukan. Jika memang dia yang terbaik, maka ia akan kembali padamu Rhin..” Derri
menghela nafas panjang. Butuh waktu berfikir menjawab pertanyaan itu. ia juga
tak asal bicara. Ia memosisikan dirinya sebagai Rhino. Tentu berat hatinya
melepaskan. Namun untuk apa mempertahankan?
“Hmmmm iya aku mengerti” Dengan berat Rhino menghela nafas
panjang. Hatinya berkemelut ingin mempertahankan, namun otaknnya berpikir ada
benarnya juga perkataan Derri.
“Lalu besok kau harus bicara dengan pacarmu titik.” Derri
memerintah Rhino
“Iya Der. Terimakasih yaa. Terimakasih banyak” Rhino berkata
sedikit tenang setelah otaknya memenangkan pertempuran dengan hatinya.
Kini
malam harus segera berkemas diri. Sudah pukul empat pagi. kabut tipis pun
berlarian berusaha menutupi langit yang sedang berganti pakaian. Jika harus
bisa menahan lebih lama, tentunya malam tak akan beranjak. Ia lebih memilih
mendengarkan celoteh kedua pemuda tersebut. Namun fajar tak mungkin mau
mengalah. Derri tahu betul membuat suasana kembali ceria, membuat Rhino sejenak melupakan kisah cintanya. Terlihat mereka kembali tertawa. Tak lagi membicarakan masalah hati yang
terdengar cukup rumit untuk dibicarakan. Senyum bahagia mereka menjadi penutup
bagi malam yang telah pergi. Selamat datang fajar. Dengarkanlah cerita
mereka...