Hari membentang waktu, tak berselang lama dengan kejadian yang sebelumnya. Dia, masih tentang dia. Mataku hanya berpendar pada sudut-sudut ruangan mencari sesuatu yang tak bisa kusebutkan itu namanya... Salju di Roma semakin hari semakin menumpuk namun aku sudah sedikit beradaptasi dengan musim ini. Begitu pula dengan Belatrix, ia sepertinya sudah ‘kebal’ dalam salju. Hampir setiap hari ia bergelut dengan kesibukannya kuliah. hubungan kami jarang mengalami masalah. Melodi bermekaran seperti Musim Semi yang indah pada Musim Dingin seperti ini. suasana flat pun tampak nyaman.
Hampir setiap
hari kami bercanda, tertawa, dan mungkin hanya sekedar mengobrol depan
perapian. Kegiatan yang tampak membosankan dimata kalian adalah, Kebahagian
dimata kami berdua. Senda gurau, rayuan dan canda mengalun memenuhi ruangan
kami. Lagi. Aku sendiri termangu di ranjang ini. aku hanya terbisu entah untuk
apa aku masih mealmunkan hal itu. Hal yang kucari disetiap sudut flat masih enggan
menampakan dirinya. Aku mencoba menghubungi Belatrix lewat telephone genggam
ini. sekali. Dia tak menggubrisnya. Dua kali,sinyal hanya terputus pada lebatnya
hujan salju ini.
Aku bangkit,
kembali aku mengenakan syal dan jaket tebal ini. aku ingin berpergian dalam
kota. Mungkin bisa meringkankan beban ku yang terlampau berat ini. walau aku
tak tahu apa yang menjadi bebanku saat ini..
Suasana ketika aku keluar dari flat ini masih sama. Rytme salju masih
merintikan keindahannya tiada tara. Begitu suci seperti cinta ini. kini jalanan
Angiago dijantung roma sedikit ramai, salju yang dibersihkan memudahkan
kendaraan berlalu-lalang begitu saja. Tiba di perempatan Avena aku ingin
menyebrang kearah Toko Buku tersebut. Gren light lampu untuk para menyebrang sudah
menyala. Aku menyebrang duluan namun tiba-tiba saja dari arah kanan ada sebuah
motor vespa yang tak bisa menghentikan lajunya.
Kaki kiriku
terlindas dan tanpa sadar, kini aku sedikit terbanting oleh badan depan vespa
tersebut. Kami sedikit bercekcok antara aku dengan si pengendara tersebut.
Cukup lama situasi hingga beberapa orang sempat menyudahkan konflik ini.
diakhiri dengan penyesalan sang pengendara aku pun baik-baik saja. Hanya
beberapa bagian tubuhku agak sedikit kaku bila digerakan. Karena sedikit
bingung harus bagaimana, lalu aku memberi pesan pada Belatrix tentang kejadian
tersebut. Setelah itu muncul serentetan Missedcall dari Belatrix. Beberapa
pesan sempat darinya belum kubaca. Aku menyibukan diri di toko buku ini dan
telephone selular ku aktifkan dalam mode silent. Namun satu yang membuatku
sedikit salut. Dia begitu khawatir padaku.
Mataku berpendar
disudut ruangan ini mencari buku namun pikiranku tak fokus. Aku hanya
memikirkan dia, sebegitukah khawatirnya dia. Hingga dia melemparkan kepeduliannya
hanya untuk mengetahui secarik kabar dariku. Aku semakin mencintainya. Lalu aku
tak tahan lagi untuk tak menghubungi dia. “Haloo Belatrix..” ucapku mengawali
pembicaraan dalam telephone ini.. “Halo Romanov, kau tak apa-apa????” ucapnya
penuh dengan nada kekhawatiran. “Aku tak papa Belatrix, sudah jangan
khawatirkan aku. Namun terimakasih sudah mau peduli padaku ..” Aku tanpa sadar
tersenyum sendiri. “Bagaimana bisa, aku sangat menghawatirkanmu Ro.. aku tak
tahu mengapa aku bisa menghawatirkanmu hingga seperti ini..”Belatrix sepertinya
sedikit menahan nada gusar karena aku baru memberi kabar mungkin. “bisakah kau
temui aku di taman kota tepat jam 6 sore ini??” kataku. “bisa Ro, tapi apakah
kau yakin akan berpergian dalam keadaanmu.. bukankah kau lebih baik istirahat
di flat saja?? “ Belatrix memperingatkan keadaanku. “Tidak Bel, ku rasa aku
mampu menemuimu tepat pukul itu..” kataku sembari memutuskan pembicaraan ini.
Senja berlalu,
aku melewaktkannya hanya dengan berbalas pesan dengan Belatrix. Mungkin
terlihat ironis, namun aku tahu dia sibuk disana. Dan aku sangat menyayanginya
apapun yang terjadi. Senja menggulung awan berlalu semakin jingga dilangit.
Hujan seakan berhenti. Aku hanya melepas penat dari Toko Buku tadi.
Mengelilingi jalan Theodrone di Roma suatu keceriaan yang pasti adanya. Taman
diikelilingi pohon-pohon pinus yang berbau harum, serta bau basah hujan dan
daun yang membeku oleh es adalah suatu pemandangan fantastis yang mungkin tak
akan kau temukan lagi disudut dunia manapun kecuali di Roma. Jalan yang
mengalun kearah yang mungkin tak kau ketahui dan di sisi jalan adalah
pohon-pohon yang berdiri tegak seakan menyambutmu jika berjalan melewatinya.
Jam 6 sore di
Roma tidaklah terlalu buruk. Hanya matahari yang tenggelam terlampau cepat
karena musim dingin ini. Belatrix pun sudah dalam perjalanan menemuiku. Hari
ini kami berjanji untuk bertemu di taman ini. taman Auxdefper yang menunjukan
keagungan dari pohon-pohon yang mengitari jalan setapak. Bernuansa seperti di
dalam hutan, dengan bangku-bangku yang tertutup salju serta lampu-lampu taman
yang membeku. Membuat taman kota ini begitu meriah menyambut keromantisan di
Musim dingin. Belum lagi bebatuan yang tampak tertata di setapak jalan ini,
membuat taman ini tampak benar-benar hidup.
Sesosok senyuman
yang kukenal tepat dibawah lampu taman tersebut, parasnya yang menawan, dengan
aroma parfum coklatnya yang khas membuat jantung ini sedikit berdegub. Aku
sedikit berusaha jalan kearahnya. Yah, kakiku masih sedikt sakit jika harus
terus berjalan, nnamun hal sepele seperti itu tak kupedulikan. Sekarang hanya
ada dia yang kupedulikan. Sesosok yang sedari tadi menghawatirkan aku. Sesosok
yang sedari dulu mematung di hatiku.
“Hai Belatrix...”
sapaku ceria. “Hai Romanov, bagaimana kabarmu.. sepertinya kaki mu sedikit
sakit yah??” ucapnya sembari memerhatikan kaki kiriku yang sedikit berjalan
agak pincang. “Hanya kakiku yang sedikit tak ku ajak kompromi, diluar itu aku
baik-baik saja. Melihat senyummu rasanya luka dan perih dunia sirna begitu saja... hahaha” aku berusaha sedikit merayunya. Dan
dia hanya tersipu malu melihatku. Malam akan kami lewati dengan hirauan dan
canda dibawah bulan yang bercahay dibalik rintikan salju yang indah ini.
Mengelilingi
taman Auxdefper yang cukup luas ini. sesekali kami menggenggam tangan satu sama
lain untuk mencuri kehangatan yang sengaja disembunyikan oleh gundukan salju
ini. suasana begitu menenangkan hati. Lihat langit yang bersih menyisakan
rembulan sempurna yang indah. Kami kembali ke flat dengan keadaan ceria
layaknya orang yang berdua pergi bermesraan sepanjang hari, walau hanya
seperlima malam yang kami miliki dan nikmati. Seketikanya tiba di flat kami
sudah tak tahan dengan kelelahan dan langsung saja melampiaskan pada ranjang
dan selimut itu.. sebelum tidur lagi-lagi aku menyelipkan doa kepada Tuhan Yang
Maha Agung, agar Belatrix tetaplah disisiku. Sekarang dan selamanya. Setelah
kuletakan itu pada rentangan bintang yang mengelilingi Dia. Aku terlelap
nyenyak dan semakin dalam. Berharap bisa melukiskan kemesraan kami dalam sebuah
mimpi indah, berharap ketika terbangun gulungan mimpi itu bisa menyembul keluar
dan menjadi nyata.
Pagi kini
melintang di sela-sela awan Roma. Jam
alarm berbunyi nyaring membangunkan aku yang terlelap dalam buaian mimpi
mengudara dalam hembusan salju berliku. Musim
ini menjebak Roma dengan pelukan dinginnya, membuat Roma seakan beku dalam
haluannya. “Pagi Belatrix!!!” sapaku setengah semangat menyambut semangat pagi,
bersiap membuat secangkir coffe late hangat ala Brazil. Berencana menyambut
dinginnya dunia dengan secangkir kehangatan bersama sesendok cinta darinya..
namun tiba-tiba aku mencari Belatrix, sepertinya ada di kamar mandi. Aku lalu
meneriaki namanya di setiap sela ruangan flat ini. namun tak ada balasan. Tak
ada suara hanya hening yang menerpa. Hanya sepi yang menjerit. Kuhubungi lewat
telephone ini namun tetap tak ada jawaban. Hanya keheningan dan suara operator
disebrang sana yang menyahut.
Mungkin ia pergi
kuliah terlampau pagi pikirku, namun lemari pakaian terbuka lebar dengan
setengah dari isinya sudah kosong. Itu berarti tak ada lagi barang Belatrix
yang tertinggal dalam lemari ini, pun dengan barang lainnya. Setelah kuperiksa
ditiap sudut mencari barang Belatrix yang masih tersisa untuk meyakinkan diriku
bahwa ia akan kembali lagi suatu saat nanti. Namun Nihil. Yang tersisa
satu-satunya adalah sebuah ukiran namannya dihati ini. hanya itu. Hanya sebuah
bayang gelap wajahnya yang tersimpan erat direlung ingatanku.
Kini aku berusaha
menghubungi semua saja dikontaku yang berhubungan dengan dia, sia-sia semuanya
sia-sia. Pupus sudah semua cerita cintaku. Pupus semua sudah harapanku. Sirna
sepertinya dibuatnya, dengan tanpa kejelasan seperti ini. membuat cerita tampak
menggantung, namun setidaknya lihatlah. Aku hanya tahu satu kepastian. Dia
benar-benar pergi meninggalkanku. Tak ada kabar- tanpa jejak tanpa apapun itu
yang menyisakan isyarat tentang nya. Yap. Hanya ingatanku tentangnya yang
berpendar dalam semakin dalam, semakin larut terhanyut oleh malam. Kini hari ketiga sudah dia tak kunjung
berkabar, aku masih mecari disudut-sudut ruangan ini, kau tahu apa hal yang
kucari. Aku hanya mencari kesalahanku. Aku bergemelut dengan penyesalanku yang bahkan
aku tak mengerti. Bukankah aku sudah mengirimkan pesan “maaf” untukmu. Bukankah
itu tak hanya sekali. “aaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrgghh” kau benar-benar menyiksa
batinku, kau benar-benar menyisir relung dalam jiwaku.menorehkan luka tanpa
harapan. Menikam erat jantungku. Hanya berharap jiwa ini masih memiliki hati
walau mulut ini terus berucap “kembalilah”, namun .. tetap saja jemariku
menuliskan kata “aku rindu..”.
“Waiting for your call, I’m sick, call I’m angry
Call I’m desperate for your voice
I’m listening to the song we used to sing In the car,
Do you remember, butterfly, early summer?
It’s playing on repeat,
just like when we would meet Like
when we would meet”
Tiba-tiba
saja lagu itu mendengung keras di ponsel ini. hanya playist lagu yang
tak sengaja ku tekan tombolnya. Aku melempar ponsel ini kearah pojok tembok
ruangan ini. hingga ponsel itu berkeping, lalu aku lempar lagi kepingan itu
hingga menjadi kepingan yang lebih kecil lagi. Lalu aku hancurkan lagi bagian
kepingan-kepingan kecil itu hingga menjadi serpihan seperti serpihan dalam
hatiku. Kini aku benar-benar digeluti perasaan aneh tentang lagu ini. bukankah
dia yang mengenalkan lagu itu..
Aku mengulangi
lagi kebiasaan lamaku. Membuat luka ditangan seperti yang sudah-sudah, bukan
maksudku aku Saiko. Namun aku hanya ingin membenarkan ucapanku “bahwa luka tak
hanya bersandar dihati..” aku ingin melukai tubuhku hanya karena aku ingin
melupakan luka dihati dan mempedulikan luka ditubuhku. Namun apa daya, kau
menyayat nadi ini dan membuat luka ini tetap menganga. Tanpa kusadari aku hanya
merintikan deruan isak tangis yang tak bisa kupahami “Tuhan, bukankah kau bisa
lakukan apa yang tak bisa kami lakukan, bukankah apa yang kau mau itu semua
terserah padamu, Tuhan bahagiakanlah diriku lagi.. Tuhan buat dia kembali..
Tuhan.. “ aku hanya terduduk lemas. Tangis ini semakin menderu mengalahkan
hembusan angin salju diluar. Brengsek, aku ingin membungkam mata ini agar ia
bisa berhenti menangis, aku ingin menyumpal mulut ini agar berhenti terisak.
Aku ingin mengikat semua kepedihanku agar tak lagi bebas menggandrungi ku.
Aku disini masih
terikat cintamu, aku berusaha melepaskan tali ini, mengguntingnya, memotongnya.
Namun apa daya, cintaku hanyalah sebuah ketulusan.
Terlalu membekas
semua gelak tawa, cinta dan kemesraan yang kita ciptakan Belatrix, apa yang
membuatmu pergi meninggalkan aku. Apakah aku terlalu melukaimu. Jika begitu
bukankah kita sudah impas?? Kau telah berhasil dengan caramu pergi meninggalkan
aku yang masih terbelenggu dalam relung jiwamu. Cerita kita memang indah
seperti PELANGI! Bahagia sepertinya, tapi bukankah Pelangi itu hanya sesaat..
Tidak! Bukan itu yang aku maksud.. tidak.. aku .. tidak.. emmm.. aku menutup mata ini lalu kuhitung kembali
kelipatan lima hingga lima ratus.. lima.. sepuluh.. limabelas.. duapuluh..
duapuluhlima.. berharap saat hitungan ke lima ratus dan aku membuka mata ini
kau hadir walau hanya dalam bentuk sebuah pesan.. kini aku hanya hampa. Namun terimakasih Belatrix,
kau ajarkan aku dua hal yang paling berharga di Dunia. Kebahagiaan dan
Kepedihan. Kini aku hanya sepi dan malam menjadi larut dengan salju. Tapi!! Sedalam apapun atau bahkan setinggi
apapun rasa sakit ini, tolong kembalilah aku masih menyayangimu disini. Tubuhku
hanya membujur kaku depan perapian padam ini, jendela samping menganga lebar.
Mengetupkan angin dan salju dingin. .. “Tolong Kembalilah..”
Cerita cinta
memang tak perlu berakhir bahagia, cerita memang tak selalu berujung kebahagiaan.
Meskipun arti cinta adalah bahagia sungguh cinta tak perlu berakhir bahagia.
Mungkin ini adalahakhir perpisahan cinta mereka. Mungkin Romanov dan Belatrix
benar-benar akan menemukan cinta sejatinya. Walau mungkin mereka adalah
sebentuk cinta seperti bulir salju yang suci walau dingin. Meski hingga kini
Belatrix entah tak berkabar seperti pasir yang tertiup angin dibalik kemelut
salju yang tebal, namun Romanov masih menunggunya. Sekali lagi Roma hanya
terpukau melihat mereka. Cinta mereka sebenarnya adalah Abadi..