B
|
rengsek. Sebuah bintang jatuh lagi petang ini, sebuah tangisan angkasa pecah kembali malam
ini. Aku hanya terbisu dan membujur kaku. Kupeluk erat kedua kaki yang sedari
tadi meringkuk, kupandangi lengan-lenganku yang mulai memucat. Kurasakan pula
gemeletuk gigi yang semakin keras dan bibirku yang semakin kaku. Disini aku
hanya menggigil. Memandangi rona langit dengan derasnya tangisan malam ini. Diluar
sini hanya ada kami bertiga. Aku, hujan, dan kesepian. Pikiranku masih belum
kembali normal. Tetesan air ini terus mengetuk-ngetuk kepalaku. Membasahi semua
tubuhku.
Tuhan..
bodohnya aku, ku pikir air hujan yang kau ciptakan ini mampu melunturkan semua
kepedihanku. Ternyata sepertinya sama saja. Hanya mampu memerihkan luka ini.. Lalu apa yang harus kulakukan untuk mengubur
semua rasa ini? Aku terlalu minder pada diriku sendiri. Aku tahu aku hanyalah
seorang anak yang terbelengu oleh imajinasinya sendiri, tanganku telah
terborgol dengan tulisan-tulisan yang kubuat. Dalam cerita itu pula aku hanya
memiliki dunia..
Malam..
jangan biarkan aku menangis lagi dipelukanmu... aku sudah lelah. Tak ada lagi
sisa tenaga untuk mengeluarkan air mata. Cukup langit yang kini menangis
melihatku terpeluk hampa. Aku
menggenggam kesendirian ditanganku. Dan rasa minder itu kembali lagi, memenuhi
relung-relung otakku yang sempit. Mengapa
dunia kadang terasa tak adil.... Mereka
memiliki sejutta talenta sedangkan aku hanyalah berpagut pada selembar kertas hitam
yang kosong. Bodoh!!! Kini aku benar-benar bingung. Mengapa ? apakah ada yang spesial dengan
dirinya, Tuhan? Sehingga Engkau memberi bakat yang lebih padanya.
Tuhan..
cukup. Jangan biarkan aku mengeluh lagi padamu. Kau adalah sang maha kuasa. Kini
kumohon lenyapkanlah rasa itu.. Hujan kini semakin deras. Mengalir meraba semua
tubuhku, tak menyisakan satu tempat untuk kering bersemayam. Kubiarkan air
menyapu kegundahanku. kubiarkan malam memeluku dalam dekapannya yang sepi. Dan kubiarkan
hampa menidurkanku dalam ayunanya yang sunyi dan lembut..