Kelabu Di Bawah Senja



Untuk para penikmat malam dan penyuka kelam. Aku menulisnya untuk mereka. Dan yang telah menjadi balon-balon penghias hidupku. Memberi warna walau hanya hitam dan abu.
Langit cerah telah usai. Saatnya ia pudar dan tenggelam dibalik mega-mega angkasa. Kini senja berkuasa. Terdengar suara gagak bersahutan, kepakan suara burung yang terbang pulang serta binatang-binatang malam yang mulai melolong. Langit yang tadinya biru, kini menunjukan gradasinya dengan dihiasi jingga dibagian bawahnya, serta biru gelap diatasnya. Mana bulan? Aku tak melihatnya. Mana malam? Aku tak menemuinya. Sekarang waktu seakan berhenti dengan senja yang menggantung diatas sana.
Aku berlari, ingin rasanya aku menjemput malam dan menarik bulan. Namun memang benar, senja terpaku dihadapanku. Tanpa bintang dan tanpa bulan. Hanya senja bersama awan-awan jingga itu. Indah memang namun.. disitulah kelabu menggantung. Sebuah pusaran hitam, gelap dan kelam pernah menyedotku kedalam rumitnya cinta. Yah, hingga kinipun aku masih berputar didalamnya. entah hingga kapan.
Namun aku tak memungkiri bahwa senja memang indah. Aku menyukainya, meski terkadang asap abu itu terlalu tebal, kubiarkan saja. Sudah wajar jika dalam percintaan akan ada palung dalam yang harus dilewati. Sekarang itu bagaimana cara kita saja melewatinya. Apakah melompatinya? atau membangun jembatan? Tapi percayalah sudah banyak orang terjatuh didalam palung yang sama. Tak lebih dalam dan tak lebih dangkal.
Kembali lagi pada senja. Kini ia tidaklah menghilang namun berputar, pernahkah kau membayangkan semua langit yang berpijak diatasmu dipenuhi dengan warna jingga. Mega-mega menggantungi angkasa. Bukan gelap dan bukan pula terik. Seperti sebuah oasis di gurun gobi atau seperti sebuah fatamorgana fana dalam gurun sahara. Kini meski kelabu ada bersamamu, meski ada palung yang mesti kita lewati. Aku mencintaimu senja.